Sabtu, 03 Mei 2014

Ada Jam Gadang Mini di Pasar Atas





KOMPAS.COM/FITRI PRAWITASARI Replika Jam Gadang Banyak Dijajakan Pedagang di Pasar Atas, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat

ANEKA MESIN - Kota Bukittinggi di Sumatera Barat identik dengan Jam Gadang. Menara besar peninggalan kolonial tersebut memiliki jam di empat bagian sisi atasnya. Jam Gadang memiliki pelataran yang cukup luas, sering dijadikan pusat kegiatan warga baik pada hari libur maupun hari kerja.

Masih berada di wilayah yang sama dengan pelataran Jam Gadang, terdapat Pasar Atas. Pasar Atas atau warga menyebutnya dengan Pasar Ateh menjadi tempat berkumpul pedagang kaki lima yang menjajakan aneka pernak-pernik. Sebut saja pakaian, hiasan dinding, boneka, dan mainan anak-anak.

Ada pula replika Jam Gadang dalam bentuk mini. Cukup banyak pedagang yang menjual replika jam gadang dalam ukuran kecil. Salah satunya adalah Vera.

Vera yang mengaku berjualan bersama suaminya membuka lapak dagangannya mulai siang hari hingga malam. Ya, karena saat-saat itu memang paling banyak warga yang datang ke Pasar Atas, baik itu warga setempat maupu wisatawan yang sedang liburan.

Replika Jam Gadang yang dijual oleh Vera merupakan buatan suaminya. Ia memiliki alat-alat pembuat replika Jam Gadang tersebut. Ada dua jenis replika Jam Gadang yang ia jual yakni yang terbuat dari kayu dan fiber.

Menurutnya, yang memiliki rasa seni paling tinggi adalah yang terbuat dari kayu. Karena dalam pengerjaannya benar-benar dibuat dengan tangan. Termasuk dalam pengukiran dan pengecatan bahan yang telah berbentuk jam.

"Tadinya ini semua polos kayunya lalu dikasih warna sendiri. Dicat pakai tangan, diukirnya juga pakai tangan," kata Vera.

Sedangkan bentuk dari fiber, tidak murni seratus persen buatan tangan. Masih menggunakan bantuan mesin dalam pembuatannya.

Untuk harga, ia memberi harga berbeda-beda sesuai bentuk dan bahan pembuatnya. Harga yang paling murah adalah Rp 40.000 sedangkan yang termahal adalah Rp 100.000.

Vira dan suaminya menjual cinderamata Jam Gadang tersebut selama lima tahun. Selain replika Jam Gadang, Vera pun menjual berbagai aksesoris lain yang kebanyakan merupakan hasil kerajinan tangan sendiri.



Sumber : http://ift.tt/SmNKuh

Minggu, 20 April 2014

Romantika di Amor


Jemari perempuan muda itu menari-nari, berpindah dari satu pohon kopi ke pohon lain. Setiap buah kopi yang sudah merah, tak luput dari sentuhan tangannya. Dalam sekejap, biji-biji kopi itu berpindah ke sebuah ember di tangan kirinya.


Pagi itu, Sasmita, perempuan muda pemetik kopi itu, seolah berpacu dengan waktu. Setiap embernya penuh, segera saja ia kosongkan, lalu kembali lagi untuk memenuhi ember berikutnya.


Aku bertemu Sasmita dalam balutan kabut tipis pada sebuah pagi pertengahan Desember lalu. Ia tak sendirian. Bersama kakaknya, Asiah, 28 tahun, ia memetik kopi di ladang Acong, seorang kepala sekolah di kampungnya. Sesekali tangannya menyeka keringat yang mengucur dari dahinya. Saat sedang memetik kopi, Sasmita seperti melupakan hal-hal lain dalam hidupnya. Ia tak banyak bicara. Senyumnya hanya sesekali mengembang ketika aku mencoba menggodanya.


Pada usia yang baru 21 tahun, Sasmita harus menerima kenyataan berpisah dengan suami yang menikahinya saat umurnya masih 14 tahun. Anak satu-satunya hasil pernikahan dini itu ikut diboyong sang suami, meninggalkan Sasmita bersama kakaknya dan kedua orang tua mereka di rumah gubuk berlantai papan dan berlantai tanah.


"Kalau tidak kerja begini, dari mana uang untuk makan. Kalau dulu masih ada suami, sekarang kalau tidak cari sendiri dari mana duitnya," kata Asiah, sang kakak yang juga bernasib sama dengan Sasmita, ditinggalkan suaminya tiga tahun lalu.


Kebun-kebun kopi di sekitar rumahnya adalah tempat Sasmita dan Asiah bergantung hidup. Sayangnya, musim panen kopi hanya datang setahun sekali, dari bulan Desember hingga Maret. Pada bulan-bulan lain, mereka praktis tak punya pekerjaan lain.


Sebagai buruh pemetik kopi, Sasmita dan Asiah mendapat upah sesuai hasil kerjanya. Makin banyak yang dipetik, makin banyak pula uang yang diperoleh. Saban hari, mereka rata-rata bisa memetik antara 5 sampai 6 kaleng isi 10 kilogram. Setiap kaleng mereka mendapat upah Rp15 ribu.


"Kalau lagi musim panen begini hasilnya lumayan, bisa dapat sampai 70 ribu rupiah sehari. Cukuplah untuk makan," kata Sasmita sambil terus memetik kopi.


Celakanya, tak setiap musim panen hasilnya melimpah. Jika sudah begitu, mereka hanya pasrah pada nasib. Sebagai buruh harian, mereka tidak mendapat tunjangan apa pun. "Jika sedang sakit ya tidak kerja. Kalau tidak kerja berarti tidak ada uangnya. Jadi buruh dilarang sakit," kata Sasmita sambil tertawa getir.


***


BUKIT Amor. Begitulah nama kampung tempat Sasmita dan Asiah tinggal. Termasuk dalam wilayah Kecamatan Mesidah, Bener Meriah, bukit ini bertengger di ketinggian 1350 meter di atas permukaan laut. Dengan ketinggian seperti itu, Amor serupa daratan yang melayang antara langit dan bumi.


Tak ada penjelasan yang gamblang tentang mengapa bukit itu dinamai Amor, nama yang mengingatkan pada Dewa Cinta dalam mitologi Yunani. Beberapa warga yang kutemui menggelengkan kepalanya saat kutanyakan asal-muasal nama kampung itu. Yang pasti, desa di atas bukit itu menyimpan banyak cerita tentang ladang-ladang kopi yang menyebar di setiap jengkal tanahnya. Kebun-kebun kopi yang dinaungi pohon lamtoro terhampar mulai dari pekarangan rumah, lereng-lereng bukit, juga di puncaknya.


Dari atas bukit Amor, terhampar puncak-puncak bukit lain yang berpadu padan dengan lembah. Beberapa puncak bukit ditutup kabut. Ketika matahari menghilang dan malam turun, kabut menyebar hingga ke rumah pondok di ladang, mengantar hawa dingin yang menusuk tulang.


Aku tiba di Amor setelah sebelumnya singgah di Pondok Baru, Ibu Kota Kecamatan Bandar, Bener Meriah. Jarak Pondok Baru ke Amor sebenarnya tak jauh, hanya sekitar 15 kilometer. Namun, butuh waktu hampir dua jam untuk tiba di sana. Selain topografi daerah yang turun naik, jalanan juga belum sepenuhnya beraspal. Beberapa kali motor yang kutumpangi terjebak kubangan lumpur. Ketika menemui tanjakan, sepeda motor merangkak dengan suara meraung-raung.


Bagi masyarakat Bener Meriah, Amor identik dengan daerah tertinggal. "Sekarang sudah lumayan. Tahun 2005, ketika saya mulai buka kebun di sini, butuh setengah hari dari Pondok Baru ke sini," kata Acong, pemilik kebun kopi tempat Sasmita bekerja.


Acong adalah sosok yang ramah. Berprofesi sebagai kepala sekolah di Pondok Baru, ia punya dua hektare ladang kopi di Amor. Akhir pekan adalah waktunya berkebun. Hari itu, ia menawarkan saya menginap di rumah adik perempuannya. Dari kebun Acong, letaknya beberapa kilometer ke depan.


Tawarannya kuterima. Malam telah turun ketika kami bergerak menyusuri jalanan tanah yang licin usai diguyur hujan. Gelap. Tak ada lampu jalan sebagai penerang. Satu-satunya cahaya pemandu jalan adalah lampu sepeda motor yang kami tumpangi.


Beberapa kali sepeda motor terpeleset saat melintasi jalanan yang menanjak. Jika sudah begitu, Acong turun mendorong sepeda motor. Aku mengikutinya dari belakang dengan nafas tersengal-sengal. Sesekali aku merapatkan jaket yang sebenarnya telah terkancing hingga ke ujung leher. Hawa dingin seperti memperpendek nafasku.


Meski jaraknya hanya sekitar tiga kilometer, butuh waktu setengah jam bagi kami untuk tiba di tempat yang dituju. Di sebuah pertigaan, kami berbelok ke kiri menyusuri jalanan menurun.


Kami berhenti di sebidang tanah datar yang di atasnya berdiri sebuah rumah gubuk. Itulah satu-satunya rumah di sana. Di sekelilingnya tumbuh batang-batang kopi. Di belakang dan samping kiri rumah lahannya adalah lahan miring serupa lereng bukit. Jaraknya hanya sekitar 5 meter dari dinding rumah. Di sisi kanan ada bukit kecil yang juga dipenuhi batang-batang kopi setinggi 1 hingga 1,5 meter.


Di dalam rumah, dekat balai-balai kayu, beberapa orang duduk di ruang tengah mengelilingi api unggun yang dibakar di lantai tanah untuk mengusir dingin. Salami, adiknya Acong, dan suaminya menyambut kami dengan ramah. Menghilang beberapa saat ke belakang, Salami kemudian muncul dengan membawa beberapa gelas kopi.


"Ini menu wajib di sini. Gulanya ditambah sendiri sesuai selera," kata Salami sambil menyodorkan gelas kopi yang meruapkan aroma khas, menggugah selera. Tak lupa ia menyarankan agar kopi segera diminum. Benar saja, meski asapnya masih mengepul, kopi itu tak terasa panas di lidah.


"Di sini dingin, jadi kalau kopinya harus langsung diminum saat masih panas," sambung Salami sambil menebar senyum.


Malam itu, ditemani api unggun dan suara jangkrik dari ladang, kami mengobrol hingga tengah malam. Karena hanya ada tiga bangku kecil di dekat api unggun, kami bergantian duduk meriung, mendekat ke api unggun untuk mengusir hawa dingin.


Acong banyak bercerita tentang suka duka menjadi petani kopi. Juga sepotong cerita kelam tentang masa lalu bukit Amor. Acong berkisah, ladang-ladang kopi di Amor sempat telantar sekitar tahun 2000 sampai 2005. Ketika itu, gerilyawan gerakan pembebasan Aceh menjadikannya sebagai salah satu lokasi persembunyian. Maka, Amor pun menjadi target incaran tentara pemerintah.


Saat itulah ladang-ladang kopi di bukit Amor berhenti berproduksi. Orang-orang memilih menghindar, mencari tempat lain yang terbebas dari salak senjata dan sewaktu-waktu bisa memakan korban. Ketika gerilyawan memilih berdamai dengan pemerintah pada Agustus 2005, perlahan ladang-ladang kopi kembali menghijau. Amor kembali berseri. Ladang-ladang terus bertambah.


Orang-orang dari luar Amor, seperti dari Pondok Baru, berburu ladang baru di Amor. Mereka membeli tanah, membuka ladang baru di ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut.


Yang tak punya waktu merawat kebunnya biasanya menyerahkannya kepada orang lain dengan sistem bagi hasil separuh untuk yang merawat, setengah lagi untuk pemilik kebun. "Ladang yang dikelola Salami ini punya keluarga kami juga, tapi hasilnya dibagi dua," kata Acong.


Tepat tengah malam, kami memutuskan beristirahat, tidur di atas balai-balai kayu tanpa kasur. Salami tak lupa menyodorkan selimut tebal untuk membungkus tubuh seraya mengusir hawa dingin yang menyergap tiba-tiba.


***


Dataran tinggi Gayo sudah lama dikenal sebagai penghasil kopi berkualitas tinggi, tepatnya setelah Belanda, lewat ekspedisi Van Daalen, menaklukkan Gayo pada 1904. Sejarawan Anthony Reid dalam The Blood of the People menulis, setelah Gayo ditaklukkan, Belanda menjadikan Takengon sebagai kota transit perdagangan, khususnya untuk komoditas kopi.


Tentang ini, ada baiknya kita simak penelitian antropolog John R. Bowen dari Washington University, Amerika Serikat. Bowen yang datang ke Gayo pada 1984 saat meneliti kehidupan masyarakat di dataran tinggi Gayo, menuangkan temuannya dalam Sumatran Politics and Poetics, Gayo History 1900-1989.


Berdasarkan sumber-sumber Belanda, Bowen menulis, Belanda memulai coba-coba menanam kopi di Gayo pada 1908. Jumlahnya 3.500 batang. Lokasi yang dipilih berada di utara Danau Lut Tawar, Aceh Tengah.


Lantaran program ujicoba dianggap berhasil, pada 1933, kebun yang ditanami kopi telah mencapai 13 ribu hektare. Walhasil, tanaman asal Afrika itu menjadi salah satu komoditas ekspor andalan di samping tembakau, pinus, kentang, dan kubis yang diperkenalkan pada 1905.


"Masyarakat Gayo sangat cepat menerima tanaman baru dan menanaminya di lahan-lahan terbatas warga," tulis Bowen.


Keberhasilan ujicoba kopi, segera diikuti dengan munculnya desa-desa baru di sepanjang jalan utama. Di Blang Gele di utara Takengon, misalnya, Belanda membuka 100 hektare kebun baru. Tenaga kerja didatangkan dari Jawa. Belanda memperkenalkan kopi sebagai "product for future."


Kini, seabad telah lewat. Areal kebun kopi terus bertambah. Mayoritas adalah jenis kopi arabika yang harganya lebih tinggi dibanding kopi robusta. Produk masa depan versi Belanda itu kini terhampar luas di tiga kabupaten di dataran tinggi Gayo. Di Aceh Tengah tercatat luasnya 48.500 hektare, Bener Meriah 39.000, dan 7.000 hektare di Gayo Lues.


Di Bener Meriah, Kota Pondok Baru adalah pusat penampung kopi. Para petani dari Amor dan sekitarnya menjual kopinya ke kota kecamatan di kaki Gunung Geureudong itu. Posisinya yang berada di ketinggian 1.448 meter di atas permukaan laut, membuatnya sebagai lokasi ideal untuk kebun kopi. Kita tahu, kopi yang bagus tumbuh di lahan pada ketinggian 1.200 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut.


Dengan topografi yang ideal untuk kopi itu, dataran tinggi tengah-tengah Aceh itu kini dikenal sebagai penyuplai kopi Arabika terbesar dari Indonesia. Di dunia perkopian, Indonesia merupakan satu dari empat negara utama penyuplai kopi arabika.


Rasa yang luar biasa dari kopi Gayo membuatnya termasuk dalam deretan kopi premium, setara dengan produk terkenal di dunia lainnya, seperti Brasil , Blue Mountain di Jamaika, dan kopi Ethiopia. Karena itu, di pasar internasional kopi Gayo kini menyandang gelar Gayo Specialty Coffee.


***


Aku terbangun dari tidur ketika aroma kafein menggelitik hidung. Pagi-pagi sekali Salami telah menyeduh kopi. Udara masih dingin. Bahkan, teramat dingin untuk kulitku yang lebih akrab dengan hawa panas di pesisir Aceh. Saking dinginnya, rutinitas mandi pagi terpaksa kulewatkan.


Pagi berjalan cepat. Sebelum matahari meninggi, Salami telah selesai mandi, memandikan tiga anaknya yang masih kecil, juga menyiapkan sarapan. Tak lama, ia menyambar sarung tangan, jaket, beberapa karung, dan sepatu boat. Itulah peralatan wajib untuk memulai rutinitas di musim panen: memetik kopi.


Tak lama, muncul seorang perempuan lain yang kemudian kutahu bernama Nurhayati. Seperti Salami, Nurhayati juga siap tempur dengan sepatu boat di kaki. Sepatu karet ini seperti peralatan wajib di ladang kopi agar tak terpeleset saat menginjak tanah basah.


Pagi itu Nurhayati muncul dengan sapuan bedak di pipi dan lipstik merah di bibir. Mereka lantas bergegas menuju ladang kopi di sekeliling rumah Salami. Aku mengikutinya dari belakang.


Sambil memetik kopi, Nurhayati bercerita tentang romantika hidup. Perempuan 28 tahun itu menikah saat umurnya masih 11 tahun. Ia tak sempat menyelesaikan sekolah dasar lantaran menikah. Kini, dari hasil memetik kopi, ia menghidupi dua anaknya yang masing-masing berumur 11 dan 4 tahun.


"Suami jarang pulang, jadi harus cari uang sendiri dan untuk sekolah anak-anak," katanya. Ia enggan berkisah lebih jauh tentang keluarganya.


Nurhayati bukan orang Gayo. Asalnya dari Jangka Buya, Ulee Gle, Pidie. Ia masuk ke Amor pada 2004. Sejak itu, ia berpindah dari satu kebun ke kebun lain. Pernah juga hanya tidur beratapkan tenda di hutan belantara.


"Bahkan pernah tidur bersebelahan dengan harimau. Saya di dalam tenda, dan harimaunya di luar. Dari jam 12 malam, harimaunya baru pergi pukul empat pagi," katanya.


Pada musim panen seperti sekarang, Nurhayati mampu mengumpulkan 7 kaleng kopi. Dengan bayaran Rp15 ribu per kaleng, ia mampu mengumpulkan duit hingga Rp100 ribu per hari. "Tapi itu hanya dua bulan saat banjir kopi. Dua bulan berikutnya kopi sudah berkurang. Paling sehari hanya dapat tiga kaleng," ujarnya.


Itu sebabnya, hingga kini ia masih mengontrak rumah milik orang lain dengan bayaran Rp100 ribu per bulan.


Setelah musim panen kopi berakhir, Nurhayati mengisi waktu dengan memetik cabai di kebun orang. "Entah sampai kapan harus hidup seperti ini. Doakan saya bisa punya kebun sendiri ya," ujarnya sambil tersenyum.


Ketika matahari tepat di atas ubun-ubun, Nurhayati dan Salmiati rehat melepas lelah. Sesekali mereka menyentak lengannya untuk mengusir penat.


***


DI TANAH yang menghasilkan puluhan ribu ton biji kopi arabika per tahun ini, yang citarasa kopinya merambah hingga Eropa dan Amerika, isu kesejahteraan pekerjanya memang belum mendapat perhatian besar. Padahal, sejumlah perusahaan kopi kelas dunia kini memusatkan perhatiannya ke dataran tinggi Gayo.


Alih-alih membeli kopi dari perantara atau makelar, perusahaan besar ini memilih berhubungan langsung dengan petani lewat koperasi.


Di Bener Meriah, salah satu koperasi yang namanya sedang melambung adalah Permata Gayo yang berkantor di Pondok Baru. Berdiri pada 2006, Permata Gayo mulai mengekspor kopi pada akhir 2010. Jika pada awalnya hanya ada 46 anggota dengan 4.122 hektare lahan kopi, kini anggotanya membengkak menjadi 2.571 petani yang tersebar di 36 desa. Dari ladang kopi para anggotanya inilah Permata Gayo mengirim kopi ke Amerika, Jepang, Korea Selatan, dan Eropa. Setiap hektare ladang kopi rata-rata menghasilkan 700 kilogram kopi kualitas ekspor.


Dari anggota, Permata Gayo membeli kopi dengan harga bervariasi, tergantung jenisnya. Untuk kopi standar, harga saat ini Rp8000 per kilogram.


Sebagai pengekspor kopi, Permata Gayo telah memiliki sejumlah sertifikat sebagai syarat agar kopinya dapat dijual di pasar internasional. Di antaranya, sertifikat Organik, Fair Trade, dan Rainforest Alliance.


"Sertifikat ini untuk membuktikan bahwa kopi yang kita miliki dihasilkan dengan cara yang ramah lingkungan dan tidak merusak hutan," kata Djumhur Sungkit, pengelola Permata Gayo.


Salah satu pembeli kopi Permata Gayo adalah Atlas Coffee Importers yang bermarkas di Seattle, Amerika. Dalam website-nya, Atlas menyebut bahwa kopi Gayo memiliki citarasa yang khas dan disukai penikmat kopi dunia.


"Tahun ini pengiriman ke Atlas saja sebanyak 2 kontainer yang masing-masing berisi 19 ton kopi," kata Djumhur.


Pada Juli 2012, Green Mountain Coffee dari Amerika Serikat yang aktif mengampanyekan pentingnya sertifikasi Fair Trade membawa penyanyi Amerika Michael Frenti ke dataran tinggi Gayo. Mereka membuat video dampak penerapan Fair Trade bagi para petani. Selain Gayo, pengambilan gambar juga dilakukan di Kolumbia. Tagline yang dipakai, "Great coffee, good vibes, pass it on."


Pesan penting yang disampaikan: dengan membeli kopi besertifikat Fair Trade, berarti ikut menyumbang bagi upaya menyejahterakan petani. Alih-alih membeli kopi dari para makelar, pemegang sertifikat Fair Trade lebih memilih berhubungan langsung dengan kelompok tani.


Fair Trade memang mewajibkan distributor kopi yang memegang sertifikat itu untuk menyetor sebesar US$200 kepada petani untuk setiap penjualan 1 ton kopi. Uang tersebut dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas kopi sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani.


Di Permata Gayo, uang yang disebut Premium Fee itu dikembalikan kepada petani anggota koperasi dalam bentuk peralatan kerja. "Sejak 2011 uangnya kita pakai untuk pengadaan mesin babat bagi petani," kata seorang pengurus koperasi.


Asal tahu saja, di Indonesia dari 19 koperasi yang memperoleh sertifikasi Fair Trade di Indonesia, 16 di antaranya berada di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Sedangkan tiga lagi di Padang, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat.


Selain mengirim kopi ke dalam negeri dalam bentuk gabah, Permata Gayo juga memproduksi kopi yang telah di- roasting. Ini adalah istilah yang merujuk pada kopi yang telah disangrai dengan menggunakan mesin sehingga siap dikonsumsi.


Ketika berkunjung ke Permata Gayo, saya bertemu Rizkani, istri Djumhur. Dengan penuh semangat, ia bercerita tentang proses menyangrai biji kopi hingga berbentuk bubuk kopi arabika yang dijual Rp180 ribu per kilogram, sedangkan dalam bentuk gabah, harga jualnya Rp40 ribu.


Awal Desember lalu, Rizkani baru pulang dari Jember untuk mengikuti pelatihan khusus bagi roaster, sebutan bagi orang yang ahli menyangrai kopi. Katanya, di Aceh Tengah dan Bener Meriah, dialah satu-satunya roaster perempuan.


" Roasting menentukan citarasa kopi. Kalau terlalu lama disimpan dalam kondisi biji merah, citarasa kopinya bisa berubah," kata Rizkani. "Kalau lagi galau sebaiknya jangan roaster kopi karena bisa merusak rasa."


***


Keterlibatan kaum perempuan dalam pengolahan kopi tidak hanya saat pemetikan. Di pabrik-pabrik kopi di dataran tinggi Gayo, tak sulit menemukan ratusan perempuan yang bertugas menyortir kopi. Mereka memisahkan biji kopi yang kualitas bagus dari biji kopi yang rusak. Jika biji kopi yang bagus dikirim ke luar negeri, biji kopi yang rusak dijual ke perusahaan dalam negeri dengan harga lebih murah.


Sayangnya, keharuman citarasa kopi Gayo yang telah menyebar ke berbagai belahan dunia, ternyata belum mampu mengharumkan kehidupan para pekerjanya. Para perempuan penyortir kopi yang umumnya ibu-ibu paruh baya masih hidup melarat.


Simaklah cerita sejumlah ibu yang saya temui di sebuah pabrik milik Haji Rasyid pemilik merek Oro Kopi dan Gayo Aceh Coffee, di Takengon, Aceh Tengah.


Rosmaniar, misalnya. Perempuan berusia 43 tahun itu sudah 10 tahun bekerja di sana. Ia dibayar Rp400 untuk setiap kilogram kopi yang disortir. Setiap hari paling banyak ia dapat membawa pulang uang antara Rp15 ribu - Rp20 ribu. Meski sudah 10 tahun bekerja, statusnya tetap buruh lepas tanpa fasilitas lain seperti asuransi kesehatan.


Ketika saya temui, di samping tempat Rosmaniar menyortir kopi, di atas mejanya tergeletak seorang anak usia tiga tahun dengan kaki mengeras berukuran lebih kecil dari anak seusianya. Anak bungsu Rosmaniar itu menderita cacat. Ia telah berusaha mengobati anaknya ke sana kemari, dari pengobatan modern di rumah sakit, hingga pengobatan tradisional. Namun, hasilnya nihil. Anaknya tak kunjung sembuh.


"Sejak usianya tiga bulan sudah saya bawa ke sini karena tidak ada yang menjaganya di rumah," katanya.


Setahun lalu, seorang bule pembeli kopi asal Belanda yang iba pada nasibnya memberikan uang Rp3 juta dan kursi roda untuk anaknya. Itulah satu-satunya bantuan yang pernah diterimanya. "Pak Bupati pernah berjanji mau membantu pengobatan, tapi sampai sekarang belum ada kabar lagi. Mungkin beliau lupa," kata Rosmanidar yang tinggal di rumah gubuk tak jauh dari pabrik kopi itu.


Setiap pagi Rosmanidar berangkat dari rumahnya sekitar pukul 08.00 dengan membawa bekal makan siang. Ia baru pulang menjelang magrib.


Lain lagi cerita Sariwati. Setelah suaminya yang mantan anggota dewan di Aceh Tengah meninggal tujuh tahun lalu, Sariwati bekerja banting tulang menghidupi dua anak gadisnya. Selain menyortir kopi, ia kini juga bekerja sebagai penyapu jalan. Kerja sebagai tukang cuci piring di warung juga pernah dilakoni setelah suaminya meninggal.


"Setiap pagi saya menyapu jalan dulu. Pukul 8 pagi baru ke pabrik untuk menyortir kopi," ujarnya. "Kalau hanya dari menyortir kopi mana cukup."


Dari menyapu jalan, ia mengantongi duit Rp600 ribu per bulan. Dari hasil menyortir kopi? "Ya segitu juga. Kalau ada kerjaan lain saya juga tidak mau kerja di sini," ujarnya.


***


DI BUKIT Amor, matahari rebah ke ufuk barat. Salmiati dan Nurhayati mencopot sarung tangan, lalu menjatuhkan pantatnya di balai-balai bambu di depan rumah sambil menghela nafas panjang mengusir lelah.


Aku pamit sebelum magrib, meninggalkan Bukit Amor. Di atas motor yang meliuk-liuk melewati bukit dan lembah, aroma kopi Gayo masih berbekas di hidung. Citarasanya juga masih tersisa di lidah: kekentalan yang ringan, keasaman seimbang, tetapi memiliki aneka citarasa. Terbayang pula nasib para perempuannya. Mereka yang ikut berkontribusi menjadikan kopi Gayo menyebar ke seantero dunia, justru belum menikmati hasilnya. []


Artikel ini telah dimuat di majalah The Atjeh edisi Februari 2014





Sumber : http://ift.tt/1lsR047

Kamis, 17 April 2014

Penjualan Industri Keramik Diprediksi Rp 34 Triliun



Jakarta - Industri keramik nasional terus bertumbuh pesat. Tahun ini, penjualan industri keramik diperkirakan sebesar Rp 34 triliun atau tumbuh 10%.

"Permintaan domestik yang besar, terutama dari sektor properti dan konstruksi terus tumbuh sehingga menciptakan peluang bisnis yang luar biasa bagi industri keramik lokal," ujar Ketua Umum ASAKI, Elisa Sinaga dalam pembukaan Pameran Megabuild Indonesia dan Keramika 2014 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (17/4).

Pameran Megabuild Indonesia dan Keramika (MIK) 2014 yang dibuka oleh Menteri Perindustrian Republik Indonesia oleh MS Hidayat disebut tumbuh 50% dalam sisi ukuran, karena dukungan besar dari asosiasi industri maupun perusahaan lokal dan internasional.

Diselenggarakan oleh Reed Panorama Exhibitions (RPE), MIK adalah pengembangan dari Renovation & Construction Expo (RENEX) edisi ke-13 dengan beberapa kategori baru yang diluncurkan yakni Bathroom & Kitchen, Roof & Flooring, serta Doors & Windows.

Disampaikannya, keberhasilan Keramika tahun lalu mengindikasikan kebutuhan industri, tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga di tingkat regional dan internasional. "Dengan membawa perusahaan lokal pada platform tunggal seperti Keramika, untuk bertukar ide-ide, membuka jaringan dan membangun peluang bisnis, kami berharap dapat membangun Indonesia sebagai pasar utama di ASEAN untuk produk keramik yang berkualitas," papar Elisa.

Sedangkan Megabuild Indonesia 2014 adalah pameran khusus untuk arsitektur, desain interior, dan industri bangunan di Indonesia dan regional. Menurut data, industri konstruksi Indonesia mencatat pertumbuhan yang baik pada tahun 2009-2013, tumbuh rata-rata tujuh persen secara riil setiap tahun. Pertumbuhan industri diperkirakan akan tetap kuat pada tahun 2014-2018, sebagai akibat dari fokus pemerintah pada infrastruktur dan industri konstruksi dan pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Peluncuran Megabuild Indonesia dinilai tepat. Pameran ini diposisikan sebagai pameran yang paling komprehensif untuk arsitek, desainer interior, developer, dan supplier guna berbagi pengalaman dan ide-ide, menampilkan produk/teknologi terbaru serta networking dengan para stakeholder baik lokal maupun internasional.

Megabuild Indonesia 2014 mendapat dukungan dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dan Himpunan Desain Interior Indonesia (HDII). Megabuild Indonesia 2014 diselenggarakan bersamaan dengan Keramika edisi ketiga, satu-satunya pameran terbesar di ASEAN yang menampilkan berbagai kebutuhan industri keramik dari bahan baku, peralatan dan mesin, jasa penunjang hingga produk jadi. Keramika diselenggarakan oleh Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) dan RPE.

Megabuild Indonesia dan Keramika 2014 sama-sama menawarkan platform lengkap dan komprehensif di areal seluas 25.000 m2 dengan menghadirkan 315 perusahaan lokal dan 11 negara lain serta menampilkan lebih dari 500 merek ternama industri bahan bangunan dan keramik.

"Pameran ini telah berkembang tidak hanya dalam segi ukuran tetapi dalam hal partisipasi perusahaan regional. Sebanyak 26% perusahaan yang berpartisipasi adalah perusahaan asing, termasuk lima paviliun dari Tiongkok, Korea, Italia, Singapura, dan Taiwan," kata Ms Michelle Lim, President Director RPE.

Megabuild Indonesia 2014 juga diselenggarakan bersamaan dengan IAI-Jakarta Design Week 2.1 yang akan memberikan berbagai program pendidikan seperti lokakarya dan talkshow yang bertujuan untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya arsitektur di Jakarta sebagai identitas ibu kota Indonesia. Dengan tema "The Future of Architecture and Interior Design", tren desain terbaru, solusi dan teknologi bangunan dan industri konstruksi akan menjadi topik diskusi.

Himpunan Desain Interior Indonesia (HDII) akan menyuguhkan PASAR DESAIN menampilkan karya dari 100 desainer interior terkenal dan dengan tujuan untuk menciptakan kesadaran dalam mengadopsi budaya Indonesia, seni lanskap arsitektur dan desain bagi Jakarta sebagai kota metropolitan. Selama 4 hari kedepan, diharapkan 25.000 pengunjung yang terdiri dari para pelaku dan masyarakat umum akan pameran ini.







Sumber : http://ift.tt/1j52zIM

Senin, 14 April 2014

Harga Saham IPO Dwi Aneka Jaya Rp 425



Jakarta - Setelah aksi penawaran saham perdana (initial public offerin g/IPO) emiten kemasan, PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo mundur dari jadwal awal, perseroan memastikan harga saham perdana berada di kisaran Rp 425- Rp 475 per saham.

Untuk menuju IPO tersebut, perseroan telah menunjuk PT Valbury Asia Securities dan PT Sucorinvest Central Gani sebagai penjamin pelaksana emisi efek.

Direktur Keuangan PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo Witjaksono mengatakan, perseroan akan melepas sebanyak-banyaknya 1 miliar lembar saham atau setara 40 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah penawaran umum. Ini berarti target raihan dana yang dibidik perseroan Rp425 miliar hingga Rp475 miliar.

"Dana hasil penawaran saham perdana, sebesar 60 persen kami gunakan untuk tambahan modal kerja, dan sekitar 40 persen digunakan untuk peningkatan kapasitas produksi seperti membeli mesin-mesin baru," jelas Witjaksono usai pemaparan publik di Jakarta, Senin (14/4).

Perseroan akan menggelar masa penawaran awal pada 14-23 April 2014. Pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan dapat diraih pada 29 April 2014. Dengan begitu, masa penawaran dilakukan pada 30 April 2014 dan 2 Mei 2014.

Lebih lanjut perseroan mempekirakan masa penjatahan dilakukan pada 5 Mei 2014, pengembalian uang pemesanan pada 6 Mei 2014, distribusi saham secara elektronik pada 7 Mei 2014, dan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 8 Mei 2014.







Sumber : http://ift.tt/1jEOpQv

Jumat, 28 Maret 2014

INDONESIA APPAREL PRODUCTION EXPO SOLO 2014 Mesin ...





Mesin sablon paling modern ditampilkan dalam Indonesia Apparel Production Expo yang digelar di Diamond Solo Convention Centre, Jumat (28/3/2014). Dalam pameran tersebut ditampilkan mesin-mesin pruduksi garmen terbaru. (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO - PT Samafitro Cabang Jateng dan DIY, Jumat (28/3/2014), memamerkan peranti pembuat jersey klub Manchester United (MU) dalam Indonesia Apparel Production Expo Solo 2014 di Diamond Solo Convention Center (DSCC). Pameran teknologi garmen yang digelar Jumat-Minggu (28-30/3/2014) itu diikuti 25 peserta.

"Alat inilah yang digunakan untuk membuat jersey klub Manchester United (MU). Saya tidak bergurau. Mereka [produsen jersey MU] mencetak desain menggunakan kertas. Lantas di- press menggunakan alat tertentu," kata Account Manager PT Samafitro Cabang Jateng dan DIY, Pinto Hasnanto, saat ditemui Solopos.com di sela-sela pameran itu, Jumat.

Pinto memperkenalkan mesin digital printing khusus polyester. Mesin yang sering digunakan memproduksi jersey ini bisa mencetak berbagai motif, sebagaimana dipamerkan di stannya, yakni motif batik, bunga, hingga abstrak.

Selain Samafitro, pameran yang diselenggarakan More Media dan Printex itu diikuti PT Primelite Indonesia, PT Golden Samudera Sukses, Tracs World, Twin Star Group, Kusuma Megah Perdana, New Asia, Luca's SPS, Singer, Indohose, PT Barunesia Jayadi, dan lain-lain. Pengunjung tidak hanya dapat menemukan mesin digital printing, tetapi juga mesin jahit, mesin bordir, mesin sablon dan lain-lain.

Pengunjung juga bakal dimanjakan dengan aneka produk pendukung produksi pakaian, seperti mesin cutting, mesin print dan cut, mesin press sablon, hingga sticker sebagai media sablon. Stan PT Primelite Indonesia misalnya menawarkan aplikasi stiker tekstil dan apparel bikinan Italia. Mereka menawarkan sekitar 30 jenis stiker sebagai bahan print and cutting. Beberapa di antaranya PS. Ekstra, PS. Stretch, dan lain-lain.

General Manager PT Primelite Indonesia, April, menuturkan stiker dapat diaplikasikan ke berbagai media, seperti sepatu, kaus, jaket, tas, topi, celana dan lain-lain. Demikian halnya bahan yang digunakan pun bermacam-macam, seperti katun, polyester, wol, jin, kulit dan lain-lain. "Pasar sport wear di Jawa cukup besar tetapi belum banyak yang bermain. Kami pameran sekaligus mencari diler dan agen untuk memasarkan produk. Sejauh ini hanya memiliki 10 diler dan agen. Kami masih butuh 50-60 agen dan diler. Solo itu kota kreatif dan berkembang. Ini prospek besar," ungkap dia saat ditemui Espos di stan sembari menunjukkan aplikasi stiker di beberapa produk.

Managing Director Printex, Bambang Supriyadi, didampingi Ketua Pelaksana Pameran, Verry Bakhtiar, mengklaim pameran kali pertama diselenggarakan di Indonesia. Mereka berharap mampu mendatangkan 5.000 pengunjung selama tiga hari. Bambang menuturkan pameran selanjutnya akan digelar di Surabaya, Bandung, hingga Palembang. Namun mereka enggan menyebutkan target transaksi selama tiga hari. "Ini kali pertama. Jadi pameran ini diharapkan bisa membuka peluang bisnis tekstil di Solo," tutur dia.



Sumber : http://ift.tt/1jXZ87y

Rabu, 26 Maret 2014

Carrefour Beri Diskon 70 Persen

Carrefour Beri Diskon 70 Persen





PALEMBANG - Pusat perbelanjaan Carrefour Palembang Square (PS) Mall memberikan diskon hingga 70 persen khusus pembelanjaan akhir pekan ini, periode 21-23 Maret. "Beberapa produk kami berikan diskon khusus di akhir pekan ini," kata Koordinator Customer Service Carrefour, Lia Sihombing, kemarin, (21/3). Diskon berlaku untuk produk sandal, sepatu, kaus kaki anak, kaus, celana bermuda pria wanita, serta aneka handuk dan sprei kiloan.

Selain itu, Carrefour menawarkan diskon 50 persen untuk pembelian barang kedua. Seperti Dove Go Fresh, Lux Spa, Lifebouy Body Wash, dan Semua fitti baby diapers taped/pants. "Targetnya konsumen makin loyal berbelanja di Carrefour. Makanya kami tak pernah berhenti memberikan harga murah," tuturnya. Selanjutnya, dapat juga penawaran beli 2 S26 Procal Gold New 900g lebih hemat Jatuhnya Rp199.900 per kaleng, sementara harga satuan Rp244.550. Kemudian beli 2 Mamy Poko baby diapers jadi Rp67.900 per pak. "Dapatkan pula diskon 30 persen untuk pembelian peralatan masak dan kotak penyimpanan," ungkapnya. "Tak ketinggalan kami juga tawarkan special price bagi yang belanja pekan ini," ungkap Lia. Seperti, Luwak White Coffee Rp18.900 per bungkus, Fiesta stikie Rp21.900 per bungkus, Minute Maid semua rasa Rp4.900 per botol, Super Pell pembersih lantai Rp6.900, Cremo lemari pakaian 3 pintu Rp649 ribu, Cosmos blender Rp199 ribu, Denpoo mesin cuci 2 tabung Rp1, 249 juta, dan TV LED 40 inci merk terkenal mulai dari Rp4,999 juta. "Setiap pembelanjaan minimal Rp100 ribu konsumen bisa beli minyak goreng Fortune/Filma/Kunci Mas refill 2 L seharga Rp20.900 per pouch," ungkapnya. Sementara untuk pembelian Toshiba notebook Satellite 14 inci Rp4,199 juta gratis voucher belanja carrefour Rp200 ribu. "Voucher dapat digunakan pada 24-31 Maret 2014," cetusnya. Khusus pembelian Aleoca Cartila sepeda lipat seharga Rp799 ribu didiskon Rp100 ribu bila bisa menunjukkan kartu pelajar. "Dapatkan juga voucher belanja Rp50 ribu bila menggunakan Carrefour Mega Card (CMC). Voucher belum termasuk diskon," tuturnya. Khusus di Carrefour Palembang kata Lia, juga ditawarkan produk spesial untuk produk fresh. Seperti Apel Fuji RRT Rp1.990 per 100 gram, lengkeng Bangkok Super Rp2.190 per 100 gram, dan ikan gurame hidup Rp3.890 per 100 gram. (cj9/fad/ce1)



Sumber : http://ift.tt/1jHmA8J

Selasa, 18 Maret 2014

Do It Yourself: Multi Funtion Pouch (No Sew)




Remaja.suaramerdeka.com - Hai girls, hari Sabtu kembali datang, dan itu artinya Do It Yourself time. Kali ini Ekpsresi Suara Remaja bakal share bagaimana cara membuat Multi funtion Pouch yang chic dan tanpa menjahitnya. Yup, buat kalian yang nggak bisa menjahit apalagi yang nggak punya mesin jahit, artikel kali ini cocok banget.

Well, langsung saja kita simak bagaimana step by step cara pembuatannya ya.



Alat & bahan:

- Kain Perca aneka motif

- Lem kain UHU

- Busa tipis 4 mm

- Resleting

- Gunting

- Penggaris

- Setrika

Step by step :

Ambil kain perca yang kamu miliki, lalu ukur sesuai panjang resleting yang sudah disiapkan. Untuk lebarnya bisa sesuai keinginan, sebagai contoh, misalnya measurement resleting sepanjang 20 cm kalian bisa ambil lebar sekitar 26 cm. Setelah diukur p 20 cm x l 26 cm. Gunting lah kain tersebut sesuai garis yang sudah digambar. Kemudian tempelkan ke busa yang sudah disediakan. Berikan lem ke sekitar busa, lalu tempelkan kekain. Hal ini supaya kain dan busa merekat dengan kuat.



Setelah merekat, guntinglah busa sesuai ukuran kain. Step selanjutnya adalah, lipatlah bagian pojok kanan dan kiri kain kira-kira 1 cm kebagian sisi dalam lalu setrika dulu. Lakukan di kedua sisi. Hal ini supaya memudahkan proses pengeleman nanti.

Setelah ujung kain terlipat dengan rapi sekarang saatnya proses pengeleman. Yup, letakkan resleting tepat ditengah kain. Ingat posisi mata resleting mengarah kesisi luar ya, jangan kebalik.

Ambil lem kain, lalu tuangkan merata diatas sisi luar resleting, semakin rapi kamu menuang lem akan semakin rapi hasilnya. Setelah itu, ambil lipatan yang sudah disetrika tadi lalu tempelkan ke bagian resleting yang sudah di lumuri lem tersebut. Ulangi di kedua sisi. Tunggu kira-kira 30 menit sampai lem benar-benar kering dan berubah mengeras. Akan lebih bagus lagi apabila di tindih dengan buku lho.

Hasil nya nanti seperti gambar 8 ya. Kemudian buka resletingnya, lalu balik sehingga bagian dalam berada diluar. Ambil lem lagi, lalu lekatkan sisi kain kanan dan kiri yang terbuka. Tunggu sampai lem mengering dan mulai mengeras. Kemudian balik pelan-pelan dan rapikan.

Voilaa! Mutli Funtion Pouch bunga-bunga kamu sudah siap menemani aktifitasmu di sekolah. Pouch ini bisa digunakan untuk mempercantik tempat tisu, atau bisa juga untuk menyimpan aneka macam alat tulis. Hmpp, bagaimana mudah bukan? Selamat mencoba.

Foto: Dok. Ekspresi Suara Remaja Artikel Populer

Remaja.suaramerdeka.com - Cakep, kalem, pandai bermain musik, plus jago nge-DJ, cewek mana yang nggak klepek-klepek melihat pesona seorang Ahmad Al Ghazali Kohler yang seperti itu. Nggak hanya dielu-elukan di dunia read more "

Remaja.suaramerdeka.com - Setelah Pevita Pearce dan Ariel Tatum, sekarang nongol cewek baru dalam kehidupan Al Ghazali nih. She is the international singer, Agnes Monica. Cowok ganteng yang menggawangi band The Lucky read more "

Remaja.suaramerdeka.com - Masih ingat dengan artikel yang kita bahasa sebelumnya mengenai perilisan album baru SNSD yang menyapu bersih chart musik yaitu Album Mr Mr SNSD Puncaki Chart Musik ? Nah, kali read more "

Remaja.suaramerdeka.com - Setelah memilih bungkam, akhirnya boyband Coboy Junior mengumumkan kepastian konsep terbaru mereka. Jawaban mengejutkan pun datang dari si kriting Bastian. Dengan berat hati kabar menyedihkan diumumkan oleh Bastian read more "

Remaja.suaramerdeka.com - Menjadi cantik dan mempesona memang menjadi dambaan para wanita. Terlebih remaja cewek seperti personil JKT48 nih girls. Yup, pada acara Japan Beauty Week 2014 beberapa waktu yang lalu, read more "

Leave a Reply



Sumber : http://ift.tt/1g9e5Fz

Menikmati Kesunyian di Keriuhan Kota Jakarta





VIVAlife - Sore itu jalanan Jakarta sesak dengan kendaraan. Tunggangan roda empat dan roda dua silih berganti menguasai "aspal" Ibukota. Di tengah deru mesin kendaraan dan riuh klakson, asap dari knalpot membumbung tinggi ke udara. Terhirup oleh pekerja kantor yang hilir mudik di trotoar jalan.

Gambaran ini bisa ditemui nyaris setiap harinya di Jakarta. Kota yang memiliki status setingkat provinsi ini begitu identik dengan kemacetan dan polusi. Soal kemacetan Jakarta tersebut bahkan ditulis blogger asing bernama Andre Vltchek dan ramai dibahas di media sosial.

Tapi mari lupakan sejenak soal kesemrawutan Jakarta. Di tengah deretan gedung pencakar langit dan rumah-rumah kumuh, terselip sejumlah tempat yang penuh dengan kedamaian. Tempat-tempat ini disebut dengan taman dan hutan kota.

Masyarakat pasti mengenal Taman Suropati yang tidak pernah sepi dengan aktivitas olahraganya. Atau Taman Monas yang luas dan selalu jadi langganan berbagai acara musik dan event besar. Apabila Monas dan Suropati masih terlalu ramai, Jakarta juga punya banyak taman yang masih "perawan".

Susuri taman-taman di bawah ini, membuat Anda seolah sedang tak berada di Jakarta. Tak ada kepenatan dan polusi kendaraan. Sebaliknya, kesejukan dan kesunyian membawa Anda dekat dengan alam. Taman Cattleya

Taman Cattleya sebelumnya merupakan pemukiman kumuh. Foto: Dok. Ardha Prasetya

Jalan S.Parman, Tomang, tidak pernah sepi dengan lalu lalang kendaraan. Penuh dengan mobil dan motor yang menuju arah tol Tomang dan ruas jalan arah Grogol. Dengan kecepatan kendaraan sekitar 80 kilometer per jam, tak akan ada banyak orang yang tahu bahwa mereka sedang melintasi sebuah taman yang asri dan cantik.

Tepat di sisi jalan Tol Tomang, sebuah gerbang bertuliskan Taman Cattleya sebenarnya tampak cukup jelas. Dari gerbang yang terbuka lebar tanpa pagar, nuansa hijau dan sejuk sudah mulai terasa. Saat mulai melangkahkan kaki ke dalam, pohon-pohon cemara yang rindang menyambut di kanan dan kiri jalan.

Ruang terbuka hijau seluas 31.945 meter persegi ini dipenuhi dengan tanaman hias seluas 790 meter persegi. Saat baru saja memarkirkan kendaraan, bangku-bangku taman sudah tampak berjejer rapi menyambut perjalanan menuju danau yang luas.

Anda mungkin masih ingat dengan penggusuran yang terjadi di awal tahun 2000-an. Taman ini awalnya memang merupakan sebuah pemukiman kumuh padat penduduk yang akhirnya dibebaskan secara bertahap mulai tahun 2001 hingga 2002.

Rumah-rumah kumuh itu pun berubah menjadi sebuah taman cantik yang asri dan sejuk di tahun 2006. Dikenal dengan nama Taman Kampung Sawah.

"Ini awalnya wilayah persawahan, makanya namanya kampung sawah. Lalu penduduk mulai membangun rumah secara liar. Sampai pemerintah DKI melirik tempat itu bagus untuk ruang terbuka hijau maka dibebaskan di tahun 2001," ujar Ka.Sie Taman Kota dan Lingkungan, Fajar Sauri, kepada VIVAlife.

Desain taman dibuat melalui sayembara yang diadakan oleh pemerintah DKI. Sebelum menjadi Taman Cattleya, taman ini rencananya akan di bangun sebagai Taman ASEAN oleh pemenang sayembara.

Simbol ASEAN pun rencananya akan diletakkan di tengah-tengah tanaman hias yang dibentuk kotak di bagian kanan taman. Namun rencana itu belum juga terealisasi hingga saat ini.

Pohon trembesi yang berada di beberapa sudut dan tengah taman bisa jadi pilihan tempat yang nyaman saat ingin menikmati kesejukan. Menghabiskan waktu bersandar di bawah pohon sambil membaca buku atau sekadar piknik bersama keluarga, tak akan membuat Anda merasakan teriknya matahari. Sebab, suhu udara akan turun hingga 4 derajat celsius saat berlindung di bawahnya.

Bukan hanya trembesi, Taman Cattleya memiliki 948 pohon dan tanaman hias yang mampu melindungi diri dari teriknya sinar matahari dan asap polusi kendaraan. Sebut saja beringin, jacaranda, kecrutan, yangliu dan glodogan tian.

Langkahkan kaki lebih jauh, Anda akan melihat puluhan kupu-kupu cantik beterbangan di sekitar bunga warna-warni. Tidak jauh dari tempat itu, sebuah danau besar dan tenang jadi tempat favorit warga sekitar untuk memancing meski warna air tak lagi jernih.

Dari gerbang, berbeloklah ke arah kanan. Tanaman hias dengan desain kotak-kotak berwarna ungu dan hijau terlihat cantik dengan latar belakang gedung-gedung tinggi dan jalan tol. Jika dilihat dari desainnya dan latar belakang yang indah, tempat ini yang mungkin membuat para produser tertarik untuk memproduksi film mereka.

"Banyak sekali teman-teman dari film yang pakai taman ini. Bukan hanya film, beberapa acara televisi dan iklan pun pernah menggunakan taman ini," ujar Fajar.

Sayang, beberapa tempat terlihat tidak terawat. Lihat saja tembok yang penuh dengan coretan di jembatan yang berdekatan dengan danau.

Jembatan kayu itu pun sudah tampak rusak dan bolong di beberapa bagian. Padahal, Fajar mengatakan bahwa perbaikan dan renovasi taman di lakukan cukup sering untuk menjaga kualitas dan keindahan taman. Taman Langsat



Taman Langsat awalnya hanyalah ruang terbuka hijau yang dipenuhi dengan pepohonan dan rumput-rumput liar. Foto: Dok. Ardha Prasetya

Bagi para pencinta hewan, jalan Barito, Jakarta Selatan pasti bukan tempat yang asing. Pedagang-pedagang kaki lima penjual hewan, berjejer rapi di sepanjang jalan itu.

Tidak jauh dari tempat tersebut, Taman Ayodya berdiri dengan cantik. Sejak diresmikan tahun 2009 lalu, Taman Ayodya menjadi salah satu tempat favorit warga untuk menghabiskan waktu senggang.

Bagi sebagian orang, Taman Ayodya mungkin menjadi satu-satunya taman yang berada di Jalan Barito. Tak banyak yang tahu bahwa dibalik kios-kios pedagang hewan dan buah di kawasan itu, terhampar taman luas yang tenang dan asri.

"Dahulu kan pedagang hewan itu nggak berjualan di situ. Tadinya di Taman Ayodya. Setelah Ayodya dibuka, para pedagang ini minta tempat berjualan yang nggak meninggalkan sejarahnya," ujar Fajar.

Diakui Fajar, Taman Langsat awalnya hanyalah ruang terbuka hijau yang dipenuhi dengan pepohonan dan rumput-rumput liar. Hingga sekitar tahun 2000-an, pembangunan taman mulai dilakukan secara bertahap.

Mulai dari jogging track hingga batu-batu refleksi yang digunakan sebagai sarana olahraga. Tapi fasilitas tersebut tak juga membuat taman ini dikenal orang, hingga akhirnya tertutup oleh kios-kios hewan tersebut.

Untuk menunjukkan keberadaan Taman Langsat, pemerintah DKI akhirnya membuka sebagian wilayah taman untuk digabungkan dengan konsep Taman Ayodya di tahun 2012. Pilar-pilar yang berada di Taman Ayodya, seolah menjadi pintu gerbang untuk menuju Taman Langsat. Berbagai fasilitas permainan anak pun diletakkan di taman tersebut.

Ingin mencari tempat yang lebih nyaman? Berjalanlah lebih dalam. Anda akan disambut rumput hijau dan pohon tinggi yang memanjakan mata dan pikiran.

Seluruh penat, seolah hilang saat menyusuri taman ini. Bagaimana tidak, pandangan mata terus dimanjakan dengan tanaman hias seluas 118,91 meter persegi. Ada juga danau yang dipenuhi dengan teratai-teratai cantik dan tumbuhan air lainnya.

Keindahan taman ini, menjadikannya sebagai lokasi favorit para fotografer untuk melakukan berbagai pemotretan. Berbagai sudutnya mampu menghasilkan gambar yang menarik. Mulai dari kursi-kursi taman yang diletakkan di pinggir danau, atau kursi yang berada di tengah taman dengan pagar putih sebagai penghias, pohon-pohon, hingga pembatas di area refleksi.

Tak hanya itu, kesejukan yang didapat dari 818 pohon yang tersebar di taman ini, juga membuatnya menjadi tempat favorit komunitas yoga saat membutuhkan konsentrasi dan suasana tenang di tengah-tengah keramaian Ibu Kota. Taman Langsat bahkan menjadi pilihan para lansia untuk menghabiskan waktu luang menikmati hari tua dan berolahraga.

"Karena banyaknya lansia yang datang ke taman ini, masyarakat sekitar mengenal taman ini sebagai taman lansia," ucap Fajar.Taman Tebet



Taman Tebet sesungguhnya adalah salah satu taman paling luas yang berada di Jakarta. Foto: Dok. Ardha Prasetya

Rerumputan hijau dan pohon-pohon rindang, tergelar luas di sepanjang Jalan Tebet Timur Raya dan Tebet Barat Raya. Dibagi menjadi dua sisi dan terpisah oleh jalan raya, Taman Tebet awalnya hanyalah ruang terbuka hijau yang ditumbuhi banyak pohon yang tidak teratur dan tidak terawat. Hingga pemerintah DKI Jakarta membangunnya sebagai taman interaktif dan olahraga bagi para warga.

Sama seperti Taman Cattleya, sisi utara Taman Tebet didesain berdasarkan hasil sayembara pada tahun 2008. Pembangunan taman pun bekerja sama dengan sebuah perusahaan otomotif. Program CSR sebenarnya hanya berlangsung selama satu tahun, namun warga sekitar masih mengenalnya dengan nama Taman Tebet Honda.

Memasuki gerbang taman, Anda akan disambut dengan pohon-pohon rindang di berbagai sisinya, berjajar rapi bersama fasilitas fitness sederhana. Kelilingi taman searah jarum jam, Anda akan menemukan tempat bermain untuk anak, kursi-kursi taman yang berjejer rapi di tengah-tengah pepohonan di sisi taman, area olahraga yang luas hingga lapangan sepak bola.

Melihat taman ini, Anda mungkin teringat dengan Taman Menteng atau Taman Suropati yang berada di wilayah Jakarta Pusat. Desainnya memang dibuat untuk memberikan fasilitas olahraga dan berkumpul para komunitas olahraga dan seni. Setidaknya beberapa komunitas yoga, teater dan skateboard kerap menghabiskan waktunya di taman ini.

Merasa tempat ini terlalu ramai untuk menenangkan diri? Menyeberanglah ke taman di sisi selatan. Anda akan merasakan hawa yang lebih sejuk, asri dan tenang. Sebagai kebun bibit, Taman ini dipenuhi lebih banyak pohon dibanding taman di sisi utara. Hanya dilengkapi dengan jogging track, taman di sisi selatan ini menjadi tempat menyenangkan saat ingin melepaskan beban dan kepenatan setelah bekerja.

Secara keseluruhan, Taman Tebet memiliki luas hingga 69.654 meter persegi dengan tanaman hias yang mempercantik area taman dengan luas 2.743 meter persegi. Sekitar 1.551 pohon leda, ketapang kencana, mahoni, khaya, beringin, kelapa sawit, trembesi dan flamboyan berdiri tegak melindungi diri dari sengatan sinar matahari dan polusi udara Jakarta.

Taman di sisi selatan juga menjadi lokasi favorit para lansia untuk menikmati udara segar dan menghabiskan waktu senggang di hari tua. Selain karena lokasinya yang tenang, jalur berbatu di taman ini juga cocok digunakan untuk terapi. Para penggila fotografi pun kerap menjadikan taman ini sebagai lokasi pemotretan.

"Sebenarnya Taman Tebet ini salah satu taman paling luas yang berada di Jakarta. Jika tidak ada gedung dan rumah-rumah penduduk, taman ini luasnya sampai warung warmo," ujar Fajar. Hutan Kota Srengseng

Di tengah-tengah Hutan Kota Srengseng, Anda akan menemukan danau buatan yang cukup luas. Foto: Ardha Prasetya

Bagai oase di padang pasir, kehadiran hutan kota terasa begitu menyejukkan. Tak akan ada yang menyangka jika di wilayah Jakarta yang padat dan penuh dengan bangunan, masih tersimpan beberapa hutan kota.

Di dalamnya, Anda bisa merasakan udara sejuk dan oksigen bersih yang mungkin jarang ditemukan jika menyusuri jalan-jalan protokol.Cobalah susuri Jalan Kelik Kembangan, Srengseng, Jakarta Barat dengan perlahan.

Di tengah-tengah rumah penduduk dan beberapa bangunan kantor, terhampar ribuan pohon yang rimbun dan sejuk. Tidak banyak orang yang tahu, bahwa lokasi yang tadinya merupakan tempat pembuangan sampah ini kini bermetamorfosis menjadi hutan kota yang hijau. Peradaban pun perlahan bersemi di sana.

Hutan Kota Srengseng namanya. Pepohonan hijau yang tumbuh di dalamnya, menjanjikan suasana yang asri, tenang dan nyaman. Untuk masuk ke tempat ini, Anda akan dikenakan biaya sekitar Rp3 ribu. Harga tersebut tak akan berarti, saat mulai melewati pintu gerbang. Disambut dengan taman bermain anak dan warung-warung kecil, hutan ini jadi pilihan wisata murah keluarga.

Telusuri hutan lebih dalam, aneka tanaman seperti matoa, sawo kecik, saga, bintaro, bungur, jacaranda, dan sengon, tumbuh lebat menyelimuti kota Jakarta. Layaknya sebuah hutan, Anda akan melihat beberapa pohon yang mulai tua dan rapuh, daun-daun yang berguguran, dan semak belukar yang tumbuh liar di sela-sela pepohonan.

Jika beruntung, Anda bisa melihat bunga-bunga cantik yang tumbuh di antara pepohonan lebat, burung-burung kecil dan kupu-kupu cantik yang hinggap kesana kemari.

Di tengah-tengah hutan, Anda akan menemukan danau buatan yang cukup luas. Danau tersebut kerap menjadi lokasi memancing warga sekitar. Tidak jauh dari danau, terdapat fasilitas bagi Anda yang gemar melakukan wall climbing. Sayang, alat tersebut tampak tidak terawat dan rusak di beberapa bagian.

Meski demikian, keberadaan hutan srengseng mampu memberikan ketenangan saat ingin melepas penat di tengah hiruk pikuk kota. Lokasinya yang asri dan sejuk, menjadi salah satu tempat andalan untuk menghabiskan waktu senggang sambil membaca atau sekadar memancing.



Sumber : http://ift.tt/1iYMS64

PDAM Kewalahan Hadapi Permintaan Pasar





TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Permasalahan yang kini dihadapi oleh PDAM adalah kapasitas produksi yang masih rendah. Akibatnya, PDAM tak sering kewalahan menghadapi tingginya permintaan dari pasar. Padahal, lanjut Djumantoro, AirKU masih diedarkan secara terbatas untuk instansi pemerintahan dan masyarakat di wilayah Wates saja.

Djumantoro mengatakan, pihaknya baru memiliki satu unit mesin pengemasan yang hanya mampu memproduksi 350 box dalam 7 jam operasional perhari atau sekitar 1200 cup dalam 50 box perjam. Jumlah tersebut menurutnya langsung habis diserap konsumen di pasaran dalam tiap produksi. Terutama bagi masyarakat di wilayah Kecamatan Wates serta instansi instansi pemerintahan di Kulonprogo.

"Untuk pasaran Kulonprogo, ini masih sangat kurang. Peluangnya memang sangat bagus tapi kita terkendala alat produksi," bebernya.

Terkait rencana perluasan produksi dengan pengemasan botol dan galon, Djumantoro mengatakan hal itu sedang dilakukan kajian distribusi oleh Perusda Aneka Usaha. Secara prinsip, PDAM Tirta Binangun siap melakukan produksi dalam bentuk galon dan botol.

"Suplai bahan baku air kita ngga ada masalah, tersedia banyak. Output air di Clereng itu sekitar 100 liter perdetik dan tidak berpengaruh ke penyaluran umum. Saat ini kami sedang menghimpun sumber daya manusia baru untuk menguatkan unit produksi air minum," kata dia. (ing)

Skandal Kuliner Terkait :Bakpia Tidak Asli Merajalela di 7 Titik Penting Yogya



Sumber : http://ift.tt/1iYfOiV

Rabu, 12 Maret 2014

Polisi Tangkap Ratusan Pelajar Bersenjata Hendak Tawuran







Details Created on Wednesday, 12 March 2014 23:50 Published Date

Tangerang, GATRAnews- Polisi menangkap ratusan pelajar membawa aneka senjata, termasuk senjata tajam dari dua sekolah swasta saat mereka hendak tawuran di Jalan Aria Putra Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten, Rabu (12/3).

Ketika dilakukan penggeledahan, aparat Polsek Ciputat di antaranya berhasil menyita empat celurit dan belasan rantai bermatakan gir motor dari dalam tas pelajar tersebut.Berdasarkan hasil pemeriksaan, ratusan pelajar tersebut berasal dari SMK Setia Budi Rangkas Bitung, di wilayah selatan Banten, dan SMK Sasmita Jaya, Pamulang, Tangerang Selatan."Dari total keseluruhan pelajar yang kami jaring sejumlah 168 pelajar dari dua SMK membawa senjata," kata Kapolsek Ciputat, Komisaris Polisi Burhanuddin di Tangerang.Burhanuddin mengatakan, untuk sementara ratusan pelajar yang telah diamankan tersebut akan ditahan hingga menunggu kedatangan guru atau orang tuanya.Sementara, bagi pelajar yang terbukti membawa senjata tajam akan diberikan pembinaan khusus oleh kepolisian."Untuk sementara kami bina ratusan pelajar ini agar jera, pihak sekolahnya sudah kami hubungi tadi," ujar. Burhanuddin.Endek Rafiandi (17), siswa kelas 1 jurusan listrik SMK Setia Budi Rangkas Bitung mengaku diajak kakak kelasnya untuk tawuran dengan pelajar di Pamulang."Saya diajak sama kakak kelas. Jika tidak ikut tawuran, maka akan dimusuhin di sekolah nantinya," ujar pelajar yang diketahui memiliki tato di pundaknya.Riski (16) siswa kelas 1 jurusan mesin dari SMK Setia Budi Rangkas Bitung, mengaku bila telah direncanakan sebelumnya untuk tawuran dengan pelajar di Pamulang."Kami ke sini naik kereta dan bolos sekolah. Nantinya saat di Pamulang akan tawuran dengan pelajar di sana," katanya, seperti dikutip Antara.Revi Ramadan (16), siswa kelas 1 SMK Sasmita Jaya jurusan mesin, menjelaskan bila rencana adanya kedatangan pelajar lain ke Pamulang untuk tawuran sudah diketahui."Katanya akan ada pelajar yang menyerang dan tawuran di Ciputat. Saya diminta alumni untuk ikut," ujarnya. (ARF)

Add comment



Sumber : http://ift.tt/1g9ELjB

Selasa, 11 Maret 2014

Eksplorasi Kuliner Khas Palembang dengan New Daihatsu Luxio





PALEMBANG - Akhir pekan lalu (8-9 Maret 2014), PT Astra Daihatsu Motor (ADM) menggelar test drive New Daihatsu Luxio di kota Palembang, Sumatera Selatan. Acara ini diikuti oleh puluhan awak media dari pulau Jawa dan Sumatera.Acara berkonsep Jelajah Kuliner Unik Nusantara ini berlangsung cukup unik. Awak media tidak hanya bisa merasakan sensasi berkendara dengan Daihatsu Luxio terbaru tetapi juga menyicipi berbagai macam masakan khas Bumi Sriwijaya. Sekira 14 unit New Daihatsu Luxio tipe X bertansmisi manual dan otomatis digunakan dalam acara ini. Mengambil garis start di diler Astra Daihatsu di Jalan A. Yani Nο. 100 Plaju, Palembang, rombongan bergerak menuju tempat-tempat yang telah ditentukan.Dari segi tampilan New Luxio tentu lebih sedap dipandang. New Luxio memiliki paras lebih stylish dengan sentuhan baru pada bumper dan grille depan, serta desain baru pada side body molding, spion, velg dan lampu belakang serta muffler cutter.Pada kesempatan pertama ANEKA MESIN memilih sebagai penumpang dengan menempati baris ketiga. Fitur terbaru yakni one touch tumble pada jok baris kedua memudahkan saya untuk masuk ke ruang kabin. Hanya dengan satu sentuhan bangku baris kedua langsung terlipat.New Luxio yang miliki dimensi panjang 4.215 mm, lebar 1.710 mm dan tinggi 1.915 mm memiliki interior yang begitu luas. Duduk dibangku paling belakang, ruang kaki dan kepala terasa lega. Sandaran bangku yang bisa dimundurkan tentu menambah kenyaman.Hembusan AC cukup terasa hingga belakang meski tidak terlalu dingin. Begitu pun dengan suara yang keluar dari sistem audio. Meski demikian tidak terlalu mengurangi kenikmatan berkendara.Sekira 15 menit perjalanan rombongan sampai di Stadion Gelora Sriwijaya, markas tim sepakbola Sriwijaya FC yang berlokasi di Jalan Gubernur Hasan Bastari. Setelah melakukan sesi foto, rombongan kembali melanjutkan perjalanan.Lokasi kedua yang dituju adalah Rumah Makan Sri Melayu yang terletak di Jalan Demang Lebar Daun. Di sini rombongan menikmati menu spesial pindang patin dan beberapa makanan khas lainnya.Setelah makan siang, rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini ANEKA MESIN memilih duduk di bangku baris kedua. Tidak jauh berbeda dengan baris ketiga, bangku baris kedua juga nyaman saat diduduki.Ruang kaki dan kepala terasa luas. Menyimpan botol minuman semakin praktis karena pada armrest kursi baris kedua tersedia cup holder.Posisi jok baris kedua juga dapat diatur maju-mundur untuk mendapat posisi terbaik. Berbeda saat duduk di baris ketiga, hembusan AC di baris kedua lebih terasa. Perjalanan terus dilanjutkan dan berhenti sejenak di Monumen Perjuangan Rakyat dan Kantor Walikota Sumatera Selatan di Jalan Merdeka untuk mengabadikan momen.Tidak lama, perjalanan kembali dilanjutkan untuk menyambangi Pempek Saga Sudi Mampir di Jalan Merdeka No.8, 22 Ilir. Aneka ragam olahan pempek dengan kuah cuka yang khas, menuntaskan rasa penasaran yang menggelora.Puas menyantap pempek khas Palembang, giliran ANEKA MESIN menikmati New Luxio dari balik kemudi. Posisi berkendara terasa nyaman. Visibilitas yang lapang membuat berkendara dengan mobil ini begitu menyenangkan.Soal performa tidak perlu diragukan. Jantung mekanis Luxio masih menggunakan model lawas yakni mesin 3SZ-VE DOHC VVT-i berkapasitas 1.500cc, yang sanggup menghembuskan tenaga hingga 97 PS dengan torsi puncak 13,7 Kg. Tarikan bawah dan menengah terasa bertenaga.Menyusuri jalan utama kota Palembang yang cukup padat, New Luxio mampu bergerak lincah. Lingkar kemudi begitu nyaman digenggam dan dikendalikan.Melakukan perpindahan gigi melalui tuas persneling yang ditempatkan di konsol tengah juga dapat dengan mudah dilakukan.Pada malam harinya, rombongan menuju River Side untuk makan malam sambil menikmati pemandangan dengan latar jembatan Ampera yang menjadi ikon kota Palembang. Perjalanan hari pertama pun ditutup dengan menyantap buah durian di Pasar Kuto menjelang tengah malam.Keesokan harinya rombongan sarapan di Martabak Abdullah HAR dengan menu martabak dan Mie Melor 26. Pada siang harinya kami pun menikmati makanan dengan menu olahan ikan di Sarinande yang berlokasi di jalan Mayor Ruslan.Sebagai informasi, New Daihatsu Luxio ditawarkan dengan harga mulai dari Rp157,55 juta sampai Rp186,8 juta On the Road Jakarta. Mobil ini hadir dalam lima pilihan warna diantaranya Dark Grey Metallic, Sonic Blue Metallic, Midnight Black Metallic, Classic Silver Metallic dan Icy White. (ian)



Sumber : http://ift.tt/1oKE6KP

Senin, 10 Maret 2014

Eksplorasi Kuliner Khas Palembang dengan New Daihatsu Luxio





PALEMBANG - Akhir pekan lalu (8-9 Maret 2014), PT Astra Daihatsu Motor (ADM) menggelar test drive New Daihatsu Luxio di kota Palembang, Sumatera Selatan. Acara ini diikuti oleh puluhan awak media dari pulau Jawa dan Sumatera.Acara berkonsep Jelajah Kuliner Unik Nusantara ini berlangsung cukup unik. Awak media tidak hanya bisa merasakan sensasi berkendara dengan Daihatsu Luxio terbaru tetapi juga menyicipi berbagai macam masakan khas Bumi Sriwijaya. Sekira 14 unit New Daihatsu Luxio tipe X bertansmisi manual dan otomatis digunakan dalam acara ini. Mengambil garis start di diler Astra Daihatsu di Jalan A. Yani Nο. 100 Plaju, Palembang, rombongan bergerak menuju tempat-tempat yang telah ditentukan.Dari segi tampilan New Luxio tentu lebih sedap dipandang. New Luxio memiliki paras lebih stylish dengan sentuhan baru pada bumper dan grille depan, serta desain baru pada side body molding, spion, velg dan lampu belakang serta muffler cutter.Pada kesempatan pertama ANEKA MESIN memilih sebagai penumpang dengan menempati baris ketiga. Fitur terbaru yakni one touch tumble pada jok baris kedua memudahkan saya untuk masuk ke ruang kabin. Hanya dengan satu sentuhan bangku baris kedua langsung terlipat.New Luxio yang miliki dimensi panjang 4.215 mm, lebar 1.710 mm dan tinggi 1.915 mm memiliki interior yang begitu luas. Duduk dibangku paling belakang, ruang kaki dan kepala terasa lega. Sandaran bangku yang bisa dimundurkan tentu menambah kenyaman.Hembusan AC cukup terasa hingga belakang meski tidak terlalu dingin. Begitu pun dengan suara yang keluar dari sistem audio. Meski demikian tidak terlalu mengurangi kenikmatan berkendara.Sekira 15 menit perjalanan rombongan sampai di Stadion Gelora Sriwijaya, markas tim sepakbola Sriwijaya FC yang berlokasi di Jalan Gubernur Hasan Bastari. Setelah melakukan sesi foto, rombongan kembali melanjutkan perjalanan.Lokasi kedua yang dituju adalah Rumah Makan Sri Melayu yang terletak di Jalan Demang Lebar Daun. Di sini rombongan menikmati menu spesial pindang patin dan beberapa makanan khas lainnya.Setelah makan siang, rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini ANEKA MESIN memilih duduk di bangku baris kedua. Tidak jauh berbeda dengan baris ketiga, bangku baris kedua juga nyaman saat diduduki.Ruang kaki dan kepala terasa luas. Menyimpan botol minuman semakin praktis karena pada armrest kursi baris kedua tersedia cup holder.Posisi jok baris kedua juga dapat diatur maju-mundur untuk mendapat posisi terbaik. Berbeda saat duduk di baris ketiga, hembusan AC di baris kedua lebih terasa. Perjalanan terus dilanjutkan dan berhenti sejenak di Monumen Perjuangan Rakyat dan Kantor Walikota Sumatera Selatan di Jalan Merdeka untuk mengabadikan momen.Tidak lama, perjalanan kembali dilanjutkan untuk menyambangi Pempek Saga Sudi Mampir di Jalan Merdeka No.8, 22 Ilir. Aneka ragam olahan pempek dengan kuah cuka yang khas, menuntaskan rasa penasaran yang menggelora.Puas menyantap pempek khas Palembang, giliran ANEKA MESIN menikmati New Luxio dari balik kemudi. Posisi berkendara terasa nyaman. Visibilitas yang lapang membuat berkendara dengan mobil ini begitu menyenangkan.Soal performa tidak perlu diragukan. Jantung mekanis Luxio masih menggunakan model lawas yakni mesin 3SZ-VE DOHC VVT-i berkapasitas 1.500cc, yang sanggup menghembuskan tenaga hingga 97 PS dengan torsi puncak 13,7 Kg. Tarikan bawah dan menengah terasa bertenaga.Menyusuri jalan utama kota Palembang yang cukup padat, New Luxio mampu bergerak lincah. Lingkar kemudi begitu nyaman digenggam dan dikendalikan.Melakukan perpindahan gigi melalui tuas persneling yang ditempatkan di konsol tengah juga dapat dengan mudah dilakukan.Pada malam harinya, rombongan menuju River Side untuk makan malam sambil menikmati pemandangan dengan latar jembatan Ampera yang menjadi ikon kota Palembang. Perjalanan hari pertama pun ditutup dengan menyantap buah durian di Pasar Kuto menjelang tengah malam.Keesokan harinya rombongan sarapan di Martabak Abdullah HAR dengan menu martabak dan Mie Melor 26. Pada siang harinya kami pun menikmati makanan dengan menu olahan ikan di Sarinande yang berlokasi di jalan Mayor Ruslan.Sebagai informasi, New Daihatsu Luxio ditawarkan dengan harga mulai dari Rp157,55 juta sampai Rp186,8 juta On the Road Jakarta. Mobil ini hadir dalam lima pilihan warna diantaranya Dark Grey Metallic, Sonic Blue Metallic, Midnight Black Metallic, Classic Silver Metallic dan Icy White. (ian)



Sumber : http://ift.tt/1oGKAds

Minggu, 09 Maret 2014

Ada 'Eks Tim Sukses Jokowi' Bermain di Busway Karatan?



Senin, 10 Maret 2014 | 05:56 WIB



Seorang petugas memperhatikan Bus Transjakarta jurusan Pinang Ranti-Pluit yang ditembak orang tidak dikenal di Polda Metro Jaya, Jakarta, (11/02). Tempo/Dian Triyuli Handoko

ANEKA MESIN , Jakarta - Proyek pembelian bus Transjakarta senilai Rp 1,5 triliun oleh pemerintah Jakarta diduga bermasalah. Mengutip laporan Majalah Tempo edisi Senin, 10 Maret 2014, kawan separtai Gubernur Joko Widodo dari Solo disinyalir turut bermain.Persoalan proyek ini meledak awal Februari lalu, ketika ditemukan banyak kerusakan pada sebagian dari 90 bus baru yang diparkir di Unit Pengelola Transjakarta di Cawang, Jakarta Timur. Baru sehari diresmikan pengoperasiannya oleh Gubernur Jokowi pada 15 Januari, beberapa bus mogok. (baca: Aneka Masalah Bus Transjakarta Baru Jokowi )Dari 30 bus gandeng yang diluncurkan itu, 12 diantaranya tak bisa jalan esok harinya. Pengelola Transjakarta menemukan macam-macam kerusakan. Yang "ringan" adalah pintu sulit dibuka dan penyejuk udara sering mati. (baca: Aneh, Lelang Busway Cacat Tak Libatkan BPKP)Masalah yang berat: mesin sering terlalu panas dan pada bagian-bagian penting karatan. Letak unit kontrol elektronik yang merupakan bagian dari sistem kelistrikan pun hanya 30 sentimeter dari permukaan tanah--terlalu dekat dengan jalan yang sering banjir. Dua hari kemudian, pada 12 Februari, Udar Pristono dicopot dari jabatan Kepala Dinas Perhubungan, yang didudukinya sejak Juni 2010--pada pemerintahan Fauzi Bowo. Kini, dia "diangkat" menjadi anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan. (baca: Bus Berkarat, Jokowi Copot Kepala Perhubungan)Di tengah kisruh ini, muncul nama Michael Bimo Putranto. Dia dua kali terlibat dalam tim sukses Jokowi yang berpasangan dengan F.X. Hadi Rudyatmo pada pemilihan Wali Kota Solo, pada 2005 dan 2010.Sejumlah narasumber Tempo menyebutkan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Solo periode 2004-2009 ini ditengarai bermain di antara pejabat Dinas Perhubungan dan rekanan proyek bus. (baca: Siapa Bawahan Jokowi yang Bermain di Bus Cacat?)Kepala Unit Pengelola Transjakarta Pargaulan Butar Butar menyatakan pertama kali melihat Bimo ketika menghadiri presentasi pengusaha yang menawarkan teknologi layar interaktif untuk bus di kantor Dinas Perhubungan, tahun lalu. Pargaulan bertanya kepada rekan-rekannya tentang Bimo. "Dijawab: Bimo adalah 'orangnya Pak Jokowi'," ujarnya. Dikonfirmasi tentang dugaan keterkaitannya dengan pengadaan bus Transjakarta, Bimo mengatakan tak tahu-menahu dunia transportasi. Dia berujar sehari-hari berbisnis pasir dan hotel di Solo. "Saya ngumpulin pasir," katanya, akhir Februari lalu. Adapun Jokowi tak menampik disebutkan kenal dengan Bimo. "Ya, kenal-lah," katanya kepada Tempo, Selasa dua pekan lalu. Tapi ia tak mau menjelaskan detail kedekatannya dengan Bimo. Jobpie Sugiharto, Maria Rita Hasugian, Kartika Candra, Apriliani Gita Fitria, Ira GuslinaTopik terhangat: | Malaysia Airlines | Kasus Century | Jokowi | Anas UrbaningrumBerita terpopuler lainnya:Tersangka Pembunuh Ade Sara Tertawa Saat Diperiksa, Pengacara BingungTernyata Ahok Bisa DisuapSebelum Bunuh Ade Sara, Hafidt dan Assyifa Pura-pura RibutPaspor Palsu Menambah Misteri Malaysia AirlinesAda Jejak Avtur di Jalur Pesawat Malaysia Airlines



Sumber : http://ift.tt/NP37ck

Kamis, 06 Maret 2014

"Tato" Singa dan Garis Geometric di Peugeot 108



Geneva, KompasOtomotif - Saat Citroen memilih Geneva Motor Show untuk memamerkan city car C1 baru, atau Toyota dengan wajah anyar Aygo, saudara kembar keduanya malah tampil dalam bentuk lain. Peugeot 108 muncul dengan tampang dan bodi penuh tato, dinamai 108 Tattoo Concept. Wajar, karena di antara tiga bersaudara satu platform ini, 108 sudah muncul duluan.Varian yang masih dalam bentuk konsep ini adalah hasil kolaborasi dengan seniman tato asal Perancis, Xoil. Bodi berwarna dasar keemasan, lalu ditimpa dengan aneka motif tato tradisional dan kontemporer yang terinspirasi dari logo Peugeot.

Carscoops Grafis tato pada bodi Peugeot 108.

Logo perusahaan sejak 1920 terpampang jelas di pintu sisi pengemudi. Lalu muncul logo singa di atap, kemudian dipadu berbagai motif tambahan dengan format garis-garis geometrik. Kap mesin dilapisi kulit yang juga ditimpa dengan tato. Di bagian dalam, nuansa kulit juga mudah ditemui, di antaranya pada dasbor, jok, hingga karpet yang disusun dari paduan kulit dan wool.

Peugeot mengatakan, 108 Tattoo Concept mengeksplorasi banyak kemungkinan untuk menciptakan personalisasi pada mobil. Apalagi, aksesori menggunakan material yang diproses dari bahan-bahan yang mungkin bisa berguna di masa depan. Misalnya, lapisan kulit di kap mesin terbuat dari proses penyamakan nabati yang bisa dirasakan lebih lembut.Soal produksi, belum disinggung, namun jika memang prospektif, tidak menutup kemungkinan varian ini akan diproduksi massal.



Sumber : http://ift.tt/NzhZLZ

Rabu, 05 Maret 2014

"Tato" Singa dan Garis Geometris di Peugeot 108



Geneva, KompasOtomotif - Saat Citroen memilih Geneva Motor Show untuk memamerkan city car C1 baru, atau Toyota dengan wajah anyar Aygo, saudara kembar keduanya malah tampil dalam bentuk lain. Peugeot 108 muncul dengan tampang dan bodi penuh tato, dinamai 108 Tattoo Concept. Wajar, karena di antara tiga bersaudara satu platform ini, 108 sudah muncul duluan.Varian yang masih dalam bentuk konsep ini adalah hasil kolaborasi dengan seniman tato asal Perancis, Xoil. Bodi berwarna dasar keemasan, lalu ditimpa dengan aneka motif tato tradisional dan kontemporer yang terinspirasi dari logo Peugeot.

Carscoops Grafis tato pada bodi Peugeot 108.

Logo perusahaan sejak 1920 terpampang jelas di pintu sisi pengemudi. Lalu muncul logo singa di atap, kemudian dipadu berbagai motif tambahan dengan format garis-garis geometrik. Kap mesin dilapisi kulit yang juga ditimpa dengan tato. Di bagian dalam, nuansa kulit juga mudah ditemui, di antaranya pada dasbor, jok, hingga karpet yang disusun dari paduan kulit dan wool.

Peugeot mengatakan, 108 Tattoo Concept mengeksplorasi banyak kemungkinan untuk menciptakan personalisasi pada mobil. Apalagi, aksesori menggunakan material yang diproses dari bahan-bahan yang mungkin bisa berguna di masa depan. Misalnya, lapisan kulit di kap mesin terbuat dari proses penyamakan nabati yang bisa dirasakan lebih lembut.Soal produksi, belum disinggung, namun jika memang prospektif, tidak menutup kemungkinan varian ini akan diproduksi massal.



Sumber : http://ift.tt/MNxKhj

Senin, 03 Maret 2014

Menyukseskan Social Media Internal



Social media internal tidak hanya memberikan manfaat bagi karyawan dan para leader, tetapi juga berdampak positif pada bisnis. Untuk itu, diperlukan strategi untuk menerapkannya di perusahaan Anda agar penerapan social media tidak berakhir dengan kegagalan.

Aktifnya karyawan seperti Budi tidak terjadi secara instan. Awalnya Budi menemukan situs jejaring sosial internal ini sangat membantu pekerjaannya. Setiap saat dia ingin mencari informasi tentang suatu produk terbaru, dia dapat menemukan pakar yang dapat menjawab pertanyaannya dengan cepat. Di dalam situs itu dia juga bisa menemukan forum diskusi yang membicarakan tentang produk baru tersebut, detail spesifikasinya, cara trouble shooting yang pernah dilakukan oleh kelompok lain di negara lain, dan sebagainya. Dia menemukan situs itu sangat membantu pekerjaannya.

Dari situlah, karena merasa sudah sering dibantu, Budi pun ingin membalas kebaikan yang sudah diterimanya, dan dia pun mulai rajin melakukan sharing. Mulai dari membagikan pengalamannya di forum-forum diskusi tentang hal-hal yang pernah dialaminya dalam pekerjaan, hingga menjadikan social media ini kebiasaan, seperti mem- posting status, mengecek komentar, memberi komentar ataupun sekedar memberi "like." Ketika mendapatkan banyak tanggapan dari dalam maupun luar negeri, Budi pun menjadi makin senang sharing.

Budi juga menemukan banyak manfaat dari tool ini. Melalui tool ini ia menjadi tahu kesibukan dan apa yang dikerjakan bagian lain di perusahaannya. Sebelumnya dia tidak tahu apa yang dikerjakan bagian finance, marketing, dan lain-lain. Dia tidak tahu sebelumnya setiap bulan Maret kesibukan bagian finance memuncak, pada akhir tahun bagian HR mempersiapkan performance appraisal, bagian-bagian lain yang stres membuat laporan maupun budgeting untuk tahun depan. Bahkan melalui tool ini juga, Budi menjadi tahu tidak jauh dari tempat mereka biasa makan siang, ada penjual roti maryam yang terkenal. Leader dan Big Data

Dari sisi leader, tool ini seharusnya menjadi mainan baru yang seru. Dengan adanya tool ini, para leader dapat memonitor percakapan karyawan, mengukur climate organisasi, mengetahui apa yang sedang menjadi permasalahan yang dialami para karyawan, maupun melakukan tindakan cepat apabila ada permasalahan, sebelum masalah itu berkembang menjadi lebih serius.

Inilah saatnya yang disebut McKinsey bahwa Web 2.0 memasuki saat "gajian". Social media yang selama ini dianggap sebagai mainan, sesuatu yang tidak penting, kini mulai dianggap serius. Mayoritas responden yang disurvei McKinsey menyatakan bahwa organisasi mendapatkan benefit dari penggunaan Web 2.0. Penyatuan Web 2.0 dengan dunia korporasi salah satunya adalah dalam wujud social media tool internal atau disebut enterprise social network (ESN).

Lebih dari data-data karyawan yang sudah ada selama ini, kini HR dan para leader menghadapi big data. Dilihat dari volume serta ragamnya, data yang dihasilkan ESN ini dapat dikategorikan big data. Apalagi bila kecepatan pengelolaannya ( velocity) cukup tinggi untuk memberikan data analisis yang berarti untuk perusahaan.

Dari aneka data standar yang dahulu dimiliki HR, paling-paling perusahaan hanya mengetahui hal-hal mendasar dari karyawan, seperti usia, jenis kelamin, tanggal lahir, IPK, dan pengalaman kerja. Dengan era big data, perusahaan bisa mengetahui jauh lebih banyak, misalnya saja perusahaan dapat mengetahui minat dan hobi karyawan. Data ini bisa menjadi penting dalam pengembangan dan pengelolaan karyawan. Implementasi Pertama ESN Seringkali Gagal

Contoh di atas mengilustrasikan kondisi ideal dalam implementasi ESN di perusahaan, di mana baik karyawan maupun perusahaan merasakan dampaknya. Dengan begini, ESN bukan lagi sekadar aktivitas "main-main", tetapi benar-benar memberikan dampak pada bisnis. Dampak pada bisnis jelas, seperti cepatnya sebuah masalah diselesaikan, pengetahuan yang menyebar dengan cepat dan murah, menurunnya biaya telepon, bahkan meningkatnya engagement dan produktivitas karyawan.

Sayangnya, seperti dilaporkan CIO.com, implementasi pertama ESN seringkali berakhir dengan kegagalan. Di sekitar kita walaupun tidak banyak dibicarakan, banyak perusahaan sebenarnya telah memiliki sistem semacam ini. Biasanya merupakan sistem yang dibawa dari perusahaan pusat di luar negeri, sistem ini diimplementasikan begitu saja, tanpa sosialisasi dan program yang serius. Alhasil, tidak banyak karyawan yang mengetahuinya, apalagi menggunakannya. Sayang sekali, tool yang berpotensi hebat ini terbengkalai begitu saja. Attract, Engage, Retain

ESN tidak sama seperti Facebook. Kita tidak bisa memasang ESN di perusahaan lalu mengharap karyawan akan mendaftar dengan sendirinya seperti halnya mereka mendaftar di Facebook. Implementasi ESN yang berhasil membutuhkan strategi content dan pengelolaan yang terintegrasi.

Dalam implementasi ESN, pendekatan yang sama dengan situs web dapat digunakan. Seperti halnya sebuah situs web, ESN akan mengalami siklus yang dimulai dari Attract, Engage, Retain. Pada fase Attract (menarik pengunjung) ESN membutuhkan tujuan yang jelas "mengapa karyawan harus menggunakan alat ini" dan strategi sosialisasi atau kampanye internal yang tepat.

Fase Engage (keterlibatan karyawan, keaktifan interaksi) berhubungan dengan strategi content dan pengelolaan. Sementara fase Retain adalah mengenai seberapa banyak dari pengguna yang terus kembali. Pada fase ini banyak dilakukan pembelajaran mengenai perilaku pengguna sehingga didapatkan pendekatan yang makin efektif untuk mendapatkan kesetiaan pengguna. Kuncinya adalah Strategi Content dan Pengelolaan Terintegrasi

Di sini secara khusus saya ingin membahas tentang strategi content dan pengelolaan karena di situlah terletak kunci keberhasilan ESN. Ketika berbicara tentang content digital, kita tidak lagi membahas content satu arah, tetapi tentang percakapan ( conversation). Karena itu strategi content untuk era Web 2.0 lebih kompleks, keahlian tim yang dibutuhkan pun lebih kompleks. Bukan hanya seorang yang bisa menulis, membuat content di era Web 2.0 adalah membuat percakapan.

Tim admin ini sebaiknya mewakili setiap unit bisnis yang ada, sehingga content setiap bagian terwakili di dalam ESN. Adalah ide yang baik untuk mengidentifikasi di antara karyawan-karyawan kita para social media enthusiast. Mereka yang memiliki passion terhadap social media ini dapat dipilih dari bagian apa saja. Merekalah yang nanti akan menjadi sukarelawan atau akan menerima reward tertentu untuk membantu perusahaan menghidupkan percakapan di ESN.

Untuk memastikan kesiapan organisasi, pada fase awal implementasi ESN, adalah ide yang baik untuk memberikan pelatihan, khususnya kepada para leader. Pada berbagai kasus kami menemukan dalam penyerapan ESN, karyawan malah lebih cepat mengadopsi social media internal ini dibanding para pimpinan. Selain pengenalan terhadap social media, juga penting untuk mempersiapkan mindset para leader tentang perubahan cara berkomunikasi, termasuk pengaruhnya di tempat kerja.

Para pemimpin dan HR yang belum siap dengan kecepatan respon yang diperlukan misalnya, dapat menjadi faktor penghalang keberhasilan implementasi ESN. Tanpa kesiapan organisasi, implementasi ESN akan menjadi basa-basi saja. Kabar baiknya, kini makin banyak bagian HR telah berbenah dan bersiap-siap.

Saat menghadiri Singapore Human Capital Summit pada bulan September yang lalu, ada satu hal yang menarik. Tahun inilah pertama kali dalam gelaran tahunan itu istilah " big data" mulai berdengung. Istilah yang biasa hanya beredar di kalangan TI maupun digital, kini telah merambah dunia HR juga. Kami yakin big data akan makin menjadi sahabat HR dan para leader, dan TI akan menjadi enabler-nya.





Direktur & Pemimpin Redaksi PortalHR.com, trainer & konsultan strategi digital, e-commerce, & social media for employee



Sumber : http://ift.tt/1pYcNjo

Jumat, 28 Februari 2014

Duhai, Raksasa Gemulai





SEDIKIT hal yang mungkin tidak bersedia kita terima adalah kenyataan bahwa rakyat seperti kerumunan pin tanpa daya ketika menghadapi hantaman bola boling (negara dan pasar). Menariknya rakyat masih mengaku "perkasa", meski hanya dengan ungkapan hiperbolis: rakyat berdaulat. Kasihan.Maka berhubung enggan menerima asumsi di atas telah menjadi pandangan bersama, tentu kita, sebagai rakyat, merasa nyaman untuk mengabaikan kelemahan dan kekalahan diri dalam pertarungan "aktor segitiga" (pasar-rakyat-negara). Terkadang orang-orang malas memikirkan kepelikan dirinya, sehingga tak mau ambil pusing. Biarlah nasib berjalan sebagaimana adanya. Dan jujur saja, kita seperti itu.Akhir-akhir ini, rakyat kehilangan kekagetannya ketika dibeberkan bukti-bukti korupsi elite. Dari seorang koruptor disita 40 mobil mewah. Hebat. Tetapi rakyat enteng saja menyikapinya. Rakyat sudah terbiasa, sebagaimana mereka terbiasa ditundukkan oleh pasar dan negara sambil tetap meyakini dirinya berdaulat. Di sini negara merujuk pada elite. Rakyat mulai pesimis dengan masa depan. Kesukaran menyerbu ingin diabaikan saja. Inilah yang seharusnya kita akui saja.Omong kosong kedaulatan rakyatBerhadapan dengan pasar, ketidakberdayaan rakyat begitu gamblang. Pasarlah yang paling berdaulat. Kita terlena sebagai "masyarakat pemakan". Jika negara memerlukan aparatusnya (militer, pegawai negeri) sebagai alat paksa untuk mempertahankan statusnya sebagai penguasa ketaatan warganya (misalnya keharusan bayar pajak, wajib militer, atau memerintahkan anak-anak lugu untuk menyambut presiden tercela di pinggir jalan), pasar sama sekali tak membutuhkan itu.Pasar bisa membuat kita membuka pakaian tanpa memaksa, lalu menggantinya dengan yang terbaru. Kitalah yang memaksa diri sendiri. Rakyat adalah aparatus pasar. Apa saja yang menarik mata, kita merasa bersalah kalau tak memilikinya. Kalaupun masih ada kedaulatan yang tersisa, bukanlah kedaulatan menghadang penetrasi pasar, melainkan kedaulatan memilih apa saja yang ditawarkan. Sejujurnya, karena menjadi mesin pemakan, maka kita adalah pasar. Rakyat adalah pasar itu sendiri.Omong kosong selanjutnya adalah posisi kita di hadapan elite sebagai pengendali negara. Di sini benar-benar lucu: kurcaci bisa mengempaskan raksasa dengan gampang. Raksasa bukan pihak yang berdaulat. Pada tingkat bahasa saja, kita diperlakukan sebagai bukan apa-apa. Rakyat adalah entitas "yang secara akademik kita jorokkan dalam istilah akar rumput" (Dahana, 2014). Rakyat bukan hanya rumput, tetapi akarnya: bagian terbawah dari yang terbawah. Elite-elite parpol menggunakan "akar rumput" untuk menyebut konstituennya, pihak yang jumlah dan pengaruhnya vital bagi mereka. Cukup melecehkan. Namun kita tak menyadarinya atau mungkin malas ambil pusing. Kan sekadar istilah, hanya merendahkan lewat bahasa. Istilah tidak sampai membunuh atau bikin lapar. Hem!Pada contoh lain adalah soal kekeliruan raksasa yang ternyata mengemis pada kurcaci. "Kami berharap ada bantuan pemerintah," kata seorang petani tebu yang jadi korban erupsi Gunung Kelud (Tempo.com, 17/2). Ini cuma satu contoh untuk mewakili begitu banyak contoh lain. Bagi saya, ungkapan "bantuan pemerintah kepada rakyat" itu keliru. Yang sebenarnya membantu adalah rakyat: menyumbang uang kepada negara untuk kemudian diberikan kepada elite dalam bentuk tunjangan; membantu pemerintah membeli perlengkapan kantor; membantu pejabat supaya punya biaya perjalanan dinas. Celakanya, tidak ada garansi bahwa rakyat akan mendapat layanan atau perlindungan yang memadai setelah mereka membayar kepada negara.Bersangkutan dengan politik, dapat dilihat bagaimana rakyat tak kuasa pula menghadapi tarikan para elite. Jika elite bilang "bunuh", rakyat pun membunuh sesamanya. Jika diperintahkan "mampuskan", maka seorang sipil memampuskan sipil lainnya. Jika diimbau agar mendukung mantan-yang berpotensi juga akan kembali menjadi-pembunuh, sipil mendukung sepenuh hati. Raksasa itu digiring.Padahal elite berjumlah lebih sedikit. Tidak perlu malu mengakui bahwa rakyat yang postur kuantitatifnya ratusan kali lebih besar ternyata, mohon maaf, sejujurnya lembek. Bukan lawan seimbang elite. Lalu di manakah kedaulatan itu? Di mulut. Terutama Anda akan banyak mendengar celotehan tentang kedaulatan rakyat dari mulut para (calon) elite sebelum pemilu. Dalam hal ini rakyat tak sepenuhnya salah. Namun sistem, demokrasi namanya, patut pula disalahkan. Dia terbukti lebih banyak memuaskan elite. Rakyat mungkin tidak antisistem, tetapi sistemlah yang bisa dibuat antirakyat. Demokrasi merupakan sebuah sistem politik yang longgar: seperti celana dalam yang sebenarnya tak muat, tetapi dipakai secara paksa dengan ikatan akar tanaman (kultur lokal).Ada yang lebih menyedihkan. Ternyata kaum intelektual kebanyakan, yang katanya "rakyat pemikir", terutama ilmuwan politik, tidak berdaya mencari sistem lain di luar demokrasi. Katakanlah bukan untuk menggantikannya, tetapi sekadar melakukan riset dan eksperimen politik untuk mencari sistem ideal yang benar-benar mendaulatkan intelektual itu sendiri. Kita butuh sistem politik lain, sebuah sistem yang walaupun secara terang-terangan tidak hendak menempatkan rakyat sebagai raksasa penuh kedaulatan, tetapi punya potensi menutup celah terpilihnya elite-elite busuk dan lemah seperti di Indonesia saat ini.Menghadapi diriMungkin negara dan pasar adalah lawan yang terlampau tangguh. Baiklah. Mari kita tinggalkan dan cari lawan lain. Bagaimana kalau kita melawan diri sendiri saja? Mungkin bisa menang. Sayangnya tidak juga. Rakyat juga kalah telak ketika menghadapi perilaku destruktif dirinya sendiri. Ambillah contoh terdekat, yakni menumpah-numpahkan sampah sembarangan sebagai kebiasaan purba orang-orang kota dan desa di negara ini.Di sini, elite yang jumlahnya jauh lebih kecil itu tak bisa disalahkan sebagai penyumbang sampah terbesar. Kalaupun elite harus disalahkan, itu lebih kepada kegagalan mereka dalam menggunakan politik untuk menghadirkan kebijakan penanganan sampah yang efektif. Rakyatlah "penderma sampah" yang konsisten, hingga membukit dan memampatkan aliran air got. Got yang kecil saja tidak mampu ditangani oleh raksasa. Ada begitu banyak ekspresi hidup manusia. Semua ekspresi menghasilkan limbah. Tetapi saluran ideal untuk menyalurkan dan membuang aneka wujud limbah ekspresi kerja manusia itu hanya satu, yakni got. Karena ketidakmampuan itu, maka raksasa kemudian dibuat menderita oleh got, meski bukan dalam jangka waktu seketika (Dahana, 2007).Bahkan limbah sendiri pun tak mampu ditangani. Rakyat harusnya berdaulat atas lingkungan hidupnya yang bersih sebagai haknya sendiri. Kegagalan mengendalikan diri dan got tersebut pun membawa bermacam dampak: makan tak selera, pernapasan terganggu, banjir, dan ditambah implikasi-implikasi lanjutannya. Yang merusak manusia adalah manusia sendiri, dengan bermacam ulahnya. Got yang macet adalah pertanda macetnya otak rakyat dan elite. Tidak perlu malu mengakuinya.Saya bukan hanya pesimis pada elite, tetapi juga pada rakyat. Dan bukan racauan-racauan para motivator yang dibutuhkan, tetapi-selain sistem politik baru yang dikhayalkan tadi- perilaku dan kesadaran diri yang baru. Percuma punya sistem politik baru jika perilaku negatif masih dipertahankan. Sekarang coba renungkan sendiri contoh lain untuk membuktikan bahwa kita memang kalah telak saat menghadapi diri sendiri. Kenali diri sendiri dulu, baru kemudian bersitegang dengan pasar dan elite. Sudah cukup kita menjadi raksasa gemulai. Mari sudahi ini semua. Duhai, raksasa, tegaplah!Bisma Yadhi PutraFasilitator Sekolah Demokrasi Aceh Utara; Koordinator Butuh Irigasi (//mbs)



Sumber : http://ift.tt/1kiU5C3

Mi Lethek, Kegemaran Kawula Mataram



TAK sembarang mi. Mi lethek dari Bantul ini telah menjadi makanan khas kawula Mataram dari sejak dulu. Mi yang terbuat dari sari pati singkong ini bisa dinikmati tak jauh dari makam raja-raja Yogyakarta di Kawasan Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta. Oh ya "lethek" artinya kotor, tapi sungguh ini mi bersih dan higienis.

Di bawah temaram lampu neon, Sumardiono (52) atau Kang Sum, melayani pelanggan mi lethek. Berada di seberang Pasar Imogiri yang sudah runtuh akibat gempa tahun 2006, Warung Kang Sum tak pernah sepi pembeli. Ada saja pembeli yang berdatangan memesan mi lethek rebus, mi lethek goreng, hingga mi lethek magelangan yang dicampur nasi goreng.

Aroma olahan bumbu menyergap begitu Kang Sum mulai menumis bawang putih, kemiri, merica, dan garam. Sebutir atau dua butir telur bebek-tergantung dari permintaan konsumen- menambah sedap aroma. Meskipun menggunakan telur bebek, rasa mi lethek jauh dari kata amis. Masakan makin lezat dengan tambahan suwir daging ayam jago kampung.

Bahan baku utama berupa mi lethek yang sebelum dimasak sudah direndam dengan air panas diolah bersama tumisan bumbu. Kuah yang digunakan berasal dari kaldu ayam kampung yang dimasak lebih satu jam. Tak sampai lima menit, sepiring mi lethek sudah siap saji setelah ditaburi irisan daun bawang, tomat, kol, dan wortel.

Mi lethek dimasak di atas tungku anglo berbahan bakar arang batok kelapa. Penggorengan tebal yang digunakan untuk memasak segala menu pantang dicuci sebelum warung tutup. Hanya dibilas air matang seusai penyajian satu menu.

Sehari, dibutuhkan minimal 4 kilogram mi lethek kering, 100 butir telur bebek, dan 2 ekor ayam. Bahan itu bisa dimasak menjadi lebih dari 100 piring yang dijual Rp 10.000 per porsi. "Resep rahasianya cuma doa," kata Kang Sum. Lethek=kotor

Sebutan lethek muncul karena mi berbahan baku singkong ini berwarna keruh kecoklatan. Bandingkan dengan mi dari terigu berwarna kuning cerah. Kekeruhan warna mi lethek sekaligus menjadi jaminan bahwa mi bebas bahan pemutih. Tekstur mi lethek serupa dengan bihun, tapi lebih kenyal. Walaupun kurang menarik secara penampilan, banyak konsumen ketagihan dengan mi lethek di warung Kang Sum.



KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Sumardiono atau yang biasa di sapa Kang Sum melayani pelanggannya.

Mi lethek dibuat perajin di pelosok Kecamatan Srandakan, Bantul. Bahan baku dari pati singkong diproduksi dengan bantuan sapi. Maksudnya, tenaga seekor sapi dimanfaatkan untuk menggerakkan silinder sebagai alat pengaduk bahan baku mi. Bahan baku utama mi lethek yang diaduk-aduk terdiri dari tepung singkong serta gaplek atau singkong kering. Adonan selanjutnya dikukus di atas tungku. Setelah kadar airnya diatur, adonan dikukus lagi, dipotong, dicetak menjadi mi, lalu dijemur pada panas matahari.

Pada musim penghujan, proses penjemuran memakan waktu lebih lama. Akibatnya, produksi mi lethek pun berkurang. Untunglah, Kang Sum sudah terbiasa dengan pasokan kurang di musim hujan. Ia menyiasati dengan menyetok bahan baku mi kering. Meski tanpa pengawet, mi lethek kering bisa awet disimpan hingga lebih tiga bulan. Warisan "simbah"

Mi lethek cukup populer di Bantul dan sekitarnya. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya pedagang pasar tradisional di Kawasan Bantul yang berjualan mi lethek versi kering. Selain Kang Sum, lebih dari sepuluh pedagang lain juga menjajakan mi lethek di seputaran bekas Pasar Imogiri.

Kang Sum mewarisi warung itu dari simbah atau kakeknya, Karto Wijoto, yang membuka warung di Jalan Makam Imogiri. Letak warung hanya 1 kilometer dari kompleks makam raja-raja di Imogori tersebut. Usaha Karto Wijoto konon merupakan perintis awal hadirnya menu mi lethek di Imogiri.

"Enggak tahu dari tahun kapan simbah memulai usaha ini. Wong waktu itu, bapak saya masih bujangan," kata Kang Sum.

Dari sang kakek, resep mi lethek kemudian diwariskan kepada ayahnya, Warno Utomo. Kang Sum sudah mulai "nyantrik" alias membantu berjualan mi lethek sejak duduk di bangku SD. Ia baru diberi kepercayaan menjadi koki pada 1999. Kini, ia dibantu adiknya yang bergiliran memasak hingga dini hari. Kakak beradik tersebut bergotong royong menyiapkan beragam bahan untuk membuat menu mi lethek. Mereka bergantian belanja aneka ragam bahan segar.

Mbah Karto juga mewariskan hari pantangan buka warung yang secara turun temurun ditaati. Sesuai warisan itu, Warung Kang Sum buka setiap malam kecuali pada Jumat malam.



KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Pekerja mengerahkan seluruh tenaga serta berat badan mereka untuk menjalankan mesin pencetak mi lethek di Desa Trimurti, Srandakan, Bantul, DI Yogyakarta.

Pelanggan mi lethek di Warung Kang Sum cukup beragam. Tak hanya warga sekitar yang biasanya membungkus mi lethek untuk dibawa pulang, konsumen dari Kota Yogyakarta serta wisatawan telah menjadi pelanggan tetap. Cukup banyak warga perantauan asal Yogyakarta yang menjadikan mi lethek sebagai tempat bernostalgia.

Meski ramai pelanggan, Kang Sum hanya menyediakan satu meja panjang berkapasitas enam orang. Jika konsumen membeludak, Kang Sum menyiapkan tikar untuk digelar di pelataran warung.

Di antara cukup banyak warung penjaja mi lethek, Warung Kang Sum dengan mudah bisa dikenali dari penerangan mirip lampu ambulans yang dipajang di depan gerobak mi lethek. Nyala lampu ambulans sekaligus menjadi penanda bahwa warung sedang buka.

Dari Kota Yogya, untuk menuju ke Warung Kang Sum, kita bisa menikmati suasana pedesaan dengan hamparan sawah-sawah. Sawah-sawah itu menjadi arena kunang-kunang berkelana di rimba malam.... (MYR/WKM)



Sumber : http://ift.tt/NEu0zt

Kamis, 27 Februari 2014

Memilih Buku





ANEKA MESIN, Oleh: Hawe SetiawanHarap maklum, saya bukan Wawan. Kesamaan nama panggilan hanyalah kebetulan. Saya tidak sanggup menyuap Hakim Akil, dan tidak sudi berurusan dengan Abraham Samad. Saya hanya sanggup mengatakan bahwa kalau kita pergi ke toko buku dengan dompet cekak, salah-salah kita bisa mati mendadak. Di Gramedia dan Gunung Agung begitu banyak judul baru, setiap minggu. Hanya orang beruang yang bisa tenang menghadapi sergapan berbagai gambar sampul, blurb, dan endorsement. Saya sendiri harus pandai memilih. Saya mesti membeli sedikit, itu pun yang benar-benar perlu. Misalkan, saya mampu membeli 40-an mobil mewah buat mengangkut paket dari Amazon, memanjakan barisan kecantikan dari dunia hiburan untuk menemani saya membaca, dan memiliki dua pulau guna mewadahi seabreg produk industri penerbitan. Masih ada soal runyam: terlalu banyak buku, terlampau sedikit waktu. Untuk menamatkan Don Quixote, kayaknya kita perlu waktu beberapa hari seraya melupakan internet dan mengabaikan Anas Urbaningrum, Ani Yudhoyono, Ayu Tingting, Ratu Atut, dan tokoh dongeng lainnya.Masih sanggupkah Si Wawan yang hina dina ini membaca novel 700-an halaman? Bukankah hari ini orang selalu merasa terburu-buru dengan beragam perangkat komunikasi yang selalu membuyarkan konsentrasi? Bagaimana caranya agar tsunami publikasi tidak membuat orang hanyut dan mati di laut?Untung ada John Sutherland. Di telingaku, namanya terdengar seperti Old Shutterhand, jagoan dalam serial petualangan Karl May. Bukunya, How to Read A Novel: A User's Guide (2006), dapat membantu pembaca buat menyiasati dinamika dunia pustaka.Meski judul bukunya mengandung ungkapan "how to", Sutherland bukan pengkhutbah yang menyarankan pembacanya agar menjadi orang lain besok pagi. Bagaimana menjadi taipun dalam waktu kurang dari seminggu atau menjadi ganteng dalam tempo lima menit, bukan urusannya. Sarannya tidak pula dialamatkan kepada mereka yang ingin menghidupkan mesin cuci atau merakit bom bunuh diri. Urusan Sutherland jauh lebih mendesak dari itu semua: menawarkan "strategi non-tradisional" ( non-traditional strategies) dan semacam "terobosan" (short cuts) yang tepat untuk membaca buku, terutama novel, di tengah kian pasangnya gelombang bahan bacaan (hal. 4-5).Dalam adjektiva "non-tradisional" kiranya tersirat penglihatan bahwa hari ini kita menyaksikan pesatnya peningkatan jumlah terbitan, akses terhadap bahan bacaan, dan media baca-tulis - kenyataan yang hampir sulit dibayangkan pada zaman pradigital. Di tengah kenyataan itu Sutherland mengingatkan pembacanya agar berupaya memelihara kemerdekaan individu. Jangan sampai orang terperangkap dalam aneka pilihan semu yang ditawarkan oleh industri buku. Sebaiknya orang berpijak pada anggapan bersahaja. Pertama, novel ditulis buat dinikmati. Kedua, kian terampil orang membaca, kian banyak manfaat yang bakal didapatkan dari bahan bacaan. Untuk itu, kita diajak mengenali medan. Dibawanya kita beranjak dari hal umum ke hal khusus, dari amatan teleskopis ke tilikan mikroskopis. Setelah menggambarkan jagat pustaka mutakhir secara umum, tak terkecuali sejarahnya, dia kemudian membedah rincian anatomi novel. Kita jadi tahu apa itu novel, bagaimana buku itu ditulis dan diterbitkan, dan buat apa kita membaca novel -bentuk karangan yang, dalam amatan Sutherland, kelahirannya berbarengan dengan kemunculan kapitalisme. Bibliografinya menawarkan pilihan bacaan tersendiri: mulai dari novel klasik hingga novel mutakhir, mulai dari The Pilgrim's Progress karya John Bunyan terbitan 1678 hingga Murder in Byzantium karya Julia Kristeva terbitan 2006. "Tiada gunanya meratapi dunia buku tempat sejarah telah membawa kita -sebuah dunia tempat jutaan buku seketika dilempar ke pasar, tempat lebih dari 10 ribu novel yang baru terbit ditawarkan tiap tahun (dan sepuluh kali lipatnya yang tersedia dalam daftar terbitan yang masih berjalan). Betapapun, kenyang buku niscaya lebih baik daripada lapar buku. Masalahnya adalah bagaimana menangani keberlimpahan itu - baik dengan sikap dingin untuk memilih dan memilahnya, maupun dengan cara-cara baru untuk menangani berjibunnya bahan bacaan. Kerakusan itu sendiri tidak lagi memadai untuk menghadapinya. Bagaimana kita bisa memanfaatkan fiksi untuk beragam maksud yang tak terhingga dan tidak sampai terpuruk dihantam iklan dan beban budaya belaka?" tulis Sutherland (hal. 11-12).Saya sendiri, dengan menyatakan bahwa saya bukan Wawan, tidak sedang mengeluh. Saya sedang berupaya untuk pandai memilih dan memilah buku serta mengisi waktu -dan bukan membuang-buang atau membunuhnya.



Sumber : http://ift.tt/1kdQ01Y