Jumat, 28 Februari 2014

Duhai, Raksasa Gemulai





SEDIKIT hal yang mungkin tidak bersedia kita terima adalah kenyataan bahwa rakyat seperti kerumunan pin tanpa daya ketika menghadapi hantaman bola boling (negara dan pasar). Menariknya rakyat masih mengaku "perkasa", meski hanya dengan ungkapan hiperbolis: rakyat berdaulat. Kasihan.Maka berhubung enggan menerima asumsi di atas telah menjadi pandangan bersama, tentu kita, sebagai rakyat, merasa nyaman untuk mengabaikan kelemahan dan kekalahan diri dalam pertarungan "aktor segitiga" (pasar-rakyat-negara). Terkadang orang-orang malas memikirkan kepelikan dirinya, sehingga tak mau ambil pusing. Biarlah nasib berjalan sebagaimana adanya. Dan jujur saja, kita seperti itu.Akhir-akhir ini, rakyat kehilangan kekagetannya ketika dibeberkan bukti-bukti korupsi elite. Dari seorang koruptor disita 40 mobil mewah. Hebat. Tetapi rakyat enteng saja menyikapinya. Rakyat sudah terbiasa, sebagaimana mereka terbiasa ditundukkan oleh pasar dan negara sambil tetap meyakini dirinya berdaulat. Di sini negara merujuk pada elite. Rakyat mulai pesimis dengan masa depan. Kesukaran menyerbu ingin diabaikan saja. Inilah yang seharusnya kita akui saja.Omong kosong kedaulatan rakyatBerhadapan dengan pasar, ketidakberdayaan rakyat begitu gamblang. Pasarlah yang paling berdaulat. Kita terlena sebagai "masyarakat pemakan". Jika negara memerlukan aparatusnya (militer, pegawai negeri) sebagai alat paksa untuk mempertahankan statusnya sebagai penguasa ketaatan warganya (misalnya keharusan bayar pajak, wajib militer, atau memerintahkan anak-anak lugu untuk menyambut presiden tercela di pinggir jalan), pasar sama sekali tak membutuhkan itu.Pasar bisa membuat kita membuka pakaian tanpa memaksa, lalu menggantinya dengan yang terbaru. Kitalah yang memaksa diri sendiri. Rakyat adalah aparatus pasar. Apa saja yang menarik mata, kita merasa bersalah kalau tak memilikinya. Kalaupun masih ada kedaulatan yang tersisa, bukanlah kedaulatan menghadang penetrasi pasar, melainkan kedaulatan memilih apa saja yang ditawarkan. Sejujurnya, karena menjadi mesin pemakan, maka kita adalah pasar. Rakyat adalah pasar itu sendiri.Omong kosong selanjutnya adalah posisi kita di hadapan elite sebagai pengendali negara. Di sini benar-benar lucu: kurcaci bisa mengempaskan raksasa dengan gampang. Raksasa bukan pihak yang berdaulat. Pada tingkat bahasa saja, kita diperlakukan sebagai bukan apa-apa. Rakyat adalah entitas "yang secara akademik kita jorokkan dalam istilah akar rumput" (Dahana, 2014). Rakyat bukan hanya rumput, tetapi akarnya: bagian terbawah dari yang terbawah. Elite-elite parpol menggunakan "akar rumput" untuk menyebut konstituennya, pihak yang jumlah dan pengaruhnya vital bagi mereka. Cukup melecehkan. Namun kita tak menyadarinya atau mungkin malas ambil pusing. Kan sekadar istilah, hanya merendahkan lewat bahasa. Istilah tidak sampai membunuh atau bikin lapar. Hem!Pada contoh lain adalah soal kekeliruan raksasa yang ternyata mengemis pada kurcaci. "Kami berharap ada bantuan pemerintah," kata seorang petani tebu yang jadi korban erupsi Gunung Kelud (Tempo.com, 17/2). Ini cuma satu contoh untuk mewakili begitu banyak contoh lain. Bagi saya, ungkapan "bantuan pemerintah kepada rakyat" itu keliru. Yang sebenarnya membantu adalah rakyat: menyumbang uang kepada negara untuk kemudian diberikan kepada elite dalam bentuk tunjangan; membantu pemerintah membeli perlengkapan kantor; membantu pejabat supaya punya biaya perjalanan dinas. Celakanya, tidak ada garansi bahwa rakyat akan mendapat layanan atau perlindungan yang memadai setelah mereka membayar kepada negara.Bersangkutan dengan politik, dapat dilihat bagaimana rakyat tak kuasa pula menghadapi tarikan para elite. Jika elite bilang "bunuh", rakyat pun membunuh sesamanya. Jika diperintahkan "mampuskan", maka seorang sipil memampuskan sipil lainnya. Jika diimbau agar mendukung mantan-yang berpotensi juga akan kembali menjadi-pembunuh, sipil mendukung sepenuh hati. Raksasa itu digiring.Padahal elite berjumlah lebih sedikit. Tidak perlu malu mengakui bahwa rakyat yang postur kuantitatifnya ratusan kali lebih besar ternyata, mohon maaf, sejujurnya lembek. Bukan lawan seimbang elite. Lalu di manakah kedaulatan itu? Di mulut. Terutama Anda akan banyak mendengar celotehan tentang kedaulatan rakyat dari mulut para (calon) elite sebelum pemilu. Dalam hal ini rakyat tak sepenuhnya salah. Namun sistem, demokrasi namanya, patut pula disalahkan. Dia terbukti lebih banyak memuaskan elite. Rakyat mungkin tidak antisistem, tetapi sistemlah yang bisa dibuat antirakyat. Demokrasi merupakan sebuah sistem politik yang longgar: seperti celana dalam yang sebenarnya tak muat, tetapi dipakai secara paksa dengan ikatan akar tanaman (kultur lokal).Ada yang lebih menyedihkan. Ternyata kaum intelektual kebanyakan, yang katanya "rakyat pemikir", terutama ilmuwan politik, tidak berdaya mencari sistem lain di luar demokrasi. Katakanlah bukan untuk menggantikannya, tetapi sekadar melakukan riset dan eksperimen politik untuk mencari sistem ideal yang benar-benar mendaulatkan intelektual itu sendiri. Kita butuh sistem politik lain, sebuah sistem yang walaupun secara terang-terangan tidak hendak menempatkan rakyat sebagai raksasa penuh kedaulatan, tetapi punya potensi menutup celah terpilihnya elite-elite busuk dan lemah seperti di Indonesia saat ini.Menghadapi diriMungkin negara dan pasar adalah lawan yang terlampau tangguh. Baiklah. Mari kita tinggalkan dan cari lawan lain. Bagaimana kalau kita melawan diri sendiri saja? Mungkin bisa menang. Sayangnya tidak juga. Rakyat juga kalah telak ketika menghadapi perilaku destruktif dirinya sendiri. Ambillah contoh terdekat, yakni menumpah-numpahkan sampah sembarangan sebagai kebiasaan purba orang-orang kota dan desa di negara ini.Di sini, elite yang jumlahnya jauh lebih kecil itu tak bisa disalahkan sebagai penyumbang sampah terbesar. Kalaupun elite harus disalahkan, itu lebih kepada kegagalan mereka dalam menggunakan politik untuk menghadirkan kebijakan penanganan sampah yang efektif. Rakyatlah "penderma sampah" yang konsisten, hingga membukit dan memampatkan aliran air got. Got yang kecil saja tidak mampu ditangani oleh raksasa. Ada begitu banyak ekspresi hidup manusia. Semua ekspresi menghasilkan limbah. Tetapi saluran ideal untuk menyalurkan dan membuang aneka wujud limbah ekspresi kerja manusia itu hanya satu, yakni got. Karena ketidakmampuan itu, maka raksasa kemudian dibuat menderita oleh got, meski bukan dalam jangka waktu seketika (Dahana, 2007).Bahkan limbah sendiri pun tak mampu ditangani. Rakyat harusnya berdaulat atas lingkungan hidupnya yang bersih sebagai haknya sendiri. Kegagalan mengendalikan diri dan got tersebut pun membawa bermacam dampak: makan tak selera, pernapasan terganggu, banjir, dan ditambah implikasi-implikasi lanjutannya. Yang merusak manusia adalah manusia sendiri, dengan bermacam ulahnya. Got yang macet adalah pertanda macetnya otak rakyat dan elite. Tidak perlu malu mengakuinya.Saya bukan hanya pesimis pada elite, tetapi juga pada rakyat. Dan bukan racauan-racauan para motivator yang dibutuhkan, tetapi-selain sistem politik baru yang dikhayalkan tadi- perilaku dan kesadaran diri yang baru. Percuma punya sistem politik baru jika perilaku negatif masih dipertahankan. Sekarang coba renungkan sendiri contoh lain untuk membuktikan bahwa kita memang kalah telak saat menghadapi diri sendiri. Kenali diri sendiri dulu, baru kemudian bersitegang dengan pasar dan elite. Sudah cukup kita menjadi raksasa gemulai. Mari sudahi ini semua. Duhai, raksasa, tegaplah!Bisma Yadhi PutraFasilitator Sekolah Demokrasi Aceh Utara; Koordinator Butuh Irigasi (//mbs)



Sumber : http://ift.tt/1kiU5C3

Mi Lethek, Kegemaran Kawula Mataram



TAK sembarang mi. Mi lethek dari Bantul ini telah menjadi makanan khas kawula Mataram dari sejak dulu. Mi yang terbuat dari sari pati singkong ini bisa dinikmati tak jauh dari makam raja-raja Yogyakarta di Kawasan Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta. Oh ya "lethek" artinya kotor, tapi sungguh ini mi bersih dan higienis.

Di bawah temaram lampu neon, Sumardiono (52) atau Kang Sum, melayani pelanggan mi lethek. Berada di seberang Pasar Imogiri yang sudah runtuh akibat gempa tahun 2006, Warung Kang Sum tak pernah sepi pembeli. Ada saja pembeli yang berdatangan memesan mi lethek rebus, mi lethek goreng, hingga mi lethek magelangan yang dicampur nasi goreng.

Aroma olahan bumbu menyergap begitu Kang Sum mulai menumis bawang putih, kemiri, merica, dan garam. Sebutir atau dua butir telur bebek-tergantung dari permintaan konsumen- menambah sedap aroma. Meskipun menggunakan telur bebek, rasa mi lethek jauh dari kata amis. Masakan makin lezat dengan tambahan suwir daging ayam jago kampung.

Bahan baku utama berupa mi lethek yang sebelum dimasak sudah direndam dengan air panas diolah bersama tumisan bumbu. Kuah yang digunakan berasal dari kaldu ayam kampung yang dimasak lebih satu jam. Tak sampai lima menit, sepiring mi lethek sudah siap saji setelah ditaburi irisan daun bawang, tomat, kol, dan wortel.

Mi lethek dimasak di atas tungku anglo berbahan bakar arang batok kelapa. Penggorengan tebal yang digunakan untuk memasak segala menu pantang dicuci sebelum warung tutup. Hanya dibilas air matang seusai penyajian satu menu.

Sehari, dibutuhkan minimal 4 kilogram mi lethek kering, 100 butir telur bebek, dan 2 ekor ayam. Bahan itu bisa dimasak menjadi lebih dari 100 piring yang dijual Rp 10.000 per porsi. "Resep rahasianya cuma doa," kata Kang Sum. Lethek=kotor

Sebutan lethek muncul karena mi berbahan baku singkong ini berwarna keruh kecoklatan. Bandingkan dengan mi dari terigu berwarna kuning cerah. Kekeruhan warna mi lethek sekaligus menjadi jaminan bahwa mi bebas bahan pemutih. Tekstur mi lethek serupa dengan bihun, tapi lebih kenyal. Walaupun kurang menarik secara penampilan, banyak konsumen ketagihan dengan mi lethek di warung Kang Sum.



KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Sumardiono atau yang biasa di sapa Kang Sum melayani pelanggannya.

Mi lethek dibuat perajin di pelosok Kecamatan Srandakan, Bantul. Bahan baku dari pati singkong diproduksi dengan bantuan sapi. Maksudnya, tenaga seekor sapi dimanfaatkan untuk menggerakkan silinder sebagai alat pengaduk bahan baku mi. Bahan baku utama mi lethek yang diaduk-aduk terdiri dari tepung singkong serta gaplek atau singkong kering. Adonan selanjutnya dikukus di atas tungku. Setelah kadar airnya diatur, adonan dikukus lagi, dipotong, dicetak menjadi mi, lalu dijemur pada panas matahari.

Pada musim penghujan, proses penjemuran memakan waktu lebih lama. Akibatnya, produksi mi lethek pun berkurang. Untunglah, Kang Sum sudah terbiasa dengan pasokan kurang di musim hujan. Ia menyiasati dengan menyetok bahan baku mi kering. Meski tanpa pengawet, mi lethek kering bisa awet disimpan hingga lebih tiga bulan. Warisan "simbah"

Mi lethek cukup populer di Bantul dan sekitarnya. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya pedagang pasar tradisional di Kawasan Bantul yang berjualan mi lethek versi kering. Selain Kang Sum, lebih dari sepuluh pedagang lain juga menjajakan mi lethek di seputaran bekas Pasar Imogiri.

Kang Sum mewarisi warung itu dari simbah atau kakeknya, Karto Wijoto, yang membuka warung di Jalan Makam Imogiri. Letak warung hanya 1 kilometer dari kompleks makam raja-raja di Imogori tersebut. Usaha Karto Wijoto konon merupakan perintis awal hadirnya menu mi lethek di Imogiri.

"Enggak tahu dari tahun kapan simbah memulai usaha ini. Wong waktu itu, bapak saya masih bujangan," kata Kang Sum.

Dari sang kakek, resep mi lethek kemudian diwariskan kepada ayahnya, Warno Utomo. Kang Sum sudah mulai "nyantrik" alias membantu berjualan mi lethek sejak duduk di bangku SD. Ia baru diberi kepercayaan menjadi koki pada 1999. Kini, ia dibantu adiknya yang bergiliran memasak hingga dini hari. Kakak beradik tersebut bergotong royong menyiapkan beragam bahan untuk membuat menu mi lethek. Mereka bergantian belanja aneka ragam bahan segar.

Mbah Karto juga mewariskan hari pantangan buka warung yang secara turun temurun ditaati. Sesuai warisan itu, Warung Kang Sum buka setiap malam kecuali pada Jumat malam.



KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Pekerja mengerahkan seluruh tenaga serta berat badan mereka untuk menjalankan mesin pencetak mi lethek di Desa Trimurti, Srandakan, Bantul, DI Yogyakarta.

Pelanggan mi lethek di Warung Kang Sum cukup beragam. Tak hanya warga sekitar yang biasanya membungkus mi lethek untuk dibawa pulang, konsumen dari Kota Yogyakarta serta wisatawan telah menjadi pelanggan tetap. Cukup banyak warga perantauan asal Yogyakarta yang menjadikan mi lethek sebagai tempat bernostalgia.

Meski ramai pelanggan, Kang Sum hanya menyediakan satu meja panjang berkapasitas enam orang. Jika konsumen membeludak, Kang Sum menyiapkan tikar untuk digelar di pelataran warung.

Di antara cukup banyak warung penjaja mi lethek, Warung Kang Sum dengan mudah bisa dikenali dari penerangan mirip lampu ambulans yang dipajang di depan gerobak mi lethek. Nyala lampu ambulans sekaligus menjadi penanda bahwa warung sedang buka.

Dari Kota Yogya, untuk menuju ke Warung Kang Sum, kita bisa menikmati suasana pedesaan dengan hamparan sawah-sawah. Sawah-sawah itu menjadi arena kunang-kunang berkelana di rimba malam.... (MYR/WKM)



Sumber : http://ift.tt/NEu0zt

Kamis, 27 Februari 2014

Memilih Buku





ANEKA MESIN, Oleh: Hawe SetiawanHarap maklum, saya bukan Wawan. Kesamaan nama panggilan hanyalah kebetulan. Saya tidak sanggup menyuap Hakim Akil, dan tidak sudi berurusan dengan Abraham Samad. Saya hanya sanggup mengatakan bahwa kalau kita pergi ke toko buku dengan dompet cekak, salah-salah kita bisa mati mendadak. Di Gramedia dan Gunung Agung begitu banyak judul baru, setiap minggu. Hanya orang beruang yang bisa tenang menghadapi sergapan berbagai gambar sampul, blurb, dan endorsement. Saya sendiri harus pandai memilih. Saya mesti membeli sedikit, itu pun yang benar-benar perlu. Misalkan, saya mampu membeli 40-an mobil mewah buat mengangkut paket dari Amazon, memanjakan barisan kecantikan dari dunia hiburan untuk menemani saya membaca, dan memiliki dua pulau guna mewadahi seabreg produk industri penerbitan. Masih ada soal runyam: terlalu banyak buku, terlampau sedikit waktu. Untuk menamatkan Don Quixote, kayaknya kita perlu waktu beberapa hari seraya melupakan internet dan mengabaikan Anas Urbaningrum, Ani Yudhoyono, Ayu Tingting, Ratu Atut, dan tokoh dongeng lainnya.Masih sanggupkah Si Wawan yang hina dina ini membaca novel 700-an halaman? Bukankah hari ini orang selalu merasa terburu-buru dengan beragam perangkat komunikasi yang selalu membuyarkan konsentrasi? Bagaimana caranya agar tsunami publikasi tidak membuat orang hanyut dan mati di laut?Untung ada John Sutherland. Di telingaku, namanya terdengar seperti Old Shutterhand, jagoan dalam serial petualangan Karl May. Bukunya, How to Read A Novel: A User's Guide (2006), dapat membantu pembaca buat menyiasati dinamika dunia pustaka.Meski judul bukunya mengandung ungkapan "how to", Sutherland bukan pengkhutbah yang menyarankan pembacanya agar menjadi orang lain besok pagi. Bagaimana menjadi taipun dalam waktu kurang dari seminggu atau menjadi ganteng dalam tempo lima menit, bukan urusannya. Sarannya tidak pula dialamatkan kepada mereka yang ingin menghidupkan mesin cuci atau merakit bom bunuh diri. Urusan Sutherland jauh lebih mendesak dari itu semua: menawarkan "strategi non-tradisional" ( non-traditional strategies) dan semacam "terobosan" (short cuts) yang tepat untuk membaca buku, terutama novel, di tengah kian pasangnya gelombang bahan bacaan (hal. 4-5).Dalam adjektiva "non-tradisional" kiranya tersirat penglihatan bahwa hari ini kita menyaksikan pesatnya peningkatan jumlah terbitan, akses terhadap bahan bacaan, dan media baca-tulis - kenyataan yang hampir sulit dibayangkan pada zaman pradigital. Di tengah kenyataan itu Sutherland mengingatkan pembacanya agar berupaya memelihara kemerdekaan individu. Jangan sampai orang terperangkap dalam aneka pilihan semu yang ditawarkan oleh industri buku. Sebaiknya orang berpijak pada anggapan bersahaja. Pertama, novel ditulis buat dinikmati. Kedua, kian terampil orang membaca, kian banyak manfaat yang bakal didapatkan dari bahan bacaan. Untuk itu, kita diajak mengenali medan. Dibawanya kita beranjak dari hal umum ke hal khusus, dari amatan teleskopis ke tilikan mikroskopis. Setelah menggambarkan jagat pustaka mutakhir secara umum, tak terkecuali sejarahnya, dia kemudian membedah rincian anatomi novel. Kita jadi tahu apa itu novel, bagaimana buku itu ditulis dan diterbitkan, dan buat apa kita membaca novel -bentuk karangan yang, dalam amatan Sutherland, kelahirannya berbarengan dengan kemunculan kapitalisme. Bibliografinya menawarkan pilihan bacaan tersendiri: mulai dari novel klasik hingga novel mutakhir, mulai dari The Pilgrim's Progress karya John Bunyan terbitan 1678 hingga Murder in Byzantium karya Julia Kristeva terbitan 2006. "Tiada gunanya meratapi dunia buku tempat sejarah telah membawa kita -sebuah dunia tempat jutaan buku seketika dilempar ke pasar, tempat lebih dari 10 ribu novel yang baru terbit ditawarkan tiap tahun (dan sepuluh kali lipatnya yang tersedia dalam daftar terbitan yang masih berjalan). Betapapun, kenyang buku niscaya lebih baik daripada lapar buku. Masalahnya adalah bagaimana menangani keberlimpahan itu - baik dengan sikap dingin untuk memilih dan memilahnya, maupun dengan cara-cara baru untuk menangani berjibunnya bahan bacaan. Kerakusan itu sendiri tidak lagi memadai untuk menghadapinya. Bagaimana kita bisa memanfaatkan fiksi untuk beragam maksud yang tak terhingga dan tidak sampai terpuruk dihantam iklan dan beban budaya belaka?" tulis Sutherland (hal. 11-12).Saya sendiri, dengan menyatakan bahwa saya bukan Wawan, tidak sedang mengeluh. Saya sedang berupaya untuk pandai memilih dan memilah buku serta mengisi waktu -dan bukan membuang-buang atau membunuhnya.



Sumber : http://ift.tt/1kdQ01Y

Rabu, 26 Februari 2014

Bali Aero Sport Festival jadi agenda tahunan





... Saya sangat heran sekaligus gembira, betapa pantai ini menjadi lebih semarak dengan kehadiran para pilot itu..." '

Pantai Legian, Bali (ANTARA News) - Senja di Pantai Legian, Bali, pada Minggu ini cukup berbeda karena ada puluhan penerbang paramotor yang lalu-lalang di udara; menandakan akhir dari Bali Aero Sport Festival 2014. Pemandangan matahari tenggelam yang legendaris di sana diberi latar depan payung-payung yang terbang bebas ke sana-sini pada koridor yang ditentukan. Selain paramotor, sejak dua hari lalu publik dan para turis seolah dimanjakan dengan keramaian angkasa Pantai Legian-Pantai Kuta oleh aktivitas berbagai cabang olahraga kedirgantaraan, yaitu aeromodelling, terbang layang, paramotor, paratrike, terjun payung, dan trike.Sejak pagi hari, suara mesin-mesin paramotor dan paratrike --salah satu wahana olahraga kegirgantaraan afiliasi ke Federasi Aerosport Seluruh Indonesia-- telah mengisi kawasan angkasa pantai yang sangat ternama untuk pariwisata internasional itu. Tak pelak, payung-payung aneka warna dengan penerbang yang menggendon mesin dari berbagai perkumpulan paramotor itu menjadi tontonan yang dinikmati turis dan masyarakat setempat. Aneka jenis kamera dari tangan para turis itu menjadi alat untuk merekam kebolehan para pilot paramotor nasional. "Saya sangat heran sekaligus gembira, betapa pantai ini menjadi lebih semarak dengan kehadiran para pilot itu," kata Natasha, seorang turis dari Rusia, yang sedang berjemur di Pantai Legian. Dia menjadi seorang dari sekian banyak mata yang menikmati atraksi bagian dari BASF 2014 kali ini. Sebelum itu, penerjunan 20 atlet terjun payung dilakukan dari ketinggian 6.000 kaki dari permukaan laut memakai C-130 Hercules dari Skuadron Udara 32, berpangkalan di Pangkalan Udara Utama TNI AU Abdulrahman Saleh, Malang, Jawa Timur. Gelaran BASF 2014 cukup menjadi terobosan bagi aktivitas olahraga kedirgantaraan nasional. Ijin memakai "koridor" udara sepanjang 3,5 kilometer di sekitar Bandar Udara Internasional Ngurah Rai itu menjadi hal yang cukup menggairahkan para atlet/penerbang berbagai cabang olahraga kedirgantaraan yang turut dalam BASF 2014. Tercatat, atraksi dan gelaran olahraga kedirgantaraan serupa terakhir kali terjadi pada 2004; saat boogey jumping ratusan peterjun payung dari berbagai negara seolah menjadi "jamur" warna-warna yang menyemarakkan dunia pariwisata Bali. "Kami mencoba membuat terobosan untuk menggelorakan olahraga kedirgantaraan di Bali dan nasional dengan BASF 2014 ini. Gelaran ini direncanakan akan turin dilaksanakan tiap tahun," kata Komandan Pangkalan Udara TNI AU Ngurah Rai, Kolonel Penerbang Sugiarto Prapto.Pada BASF 2014 kali ini, juga dilaksanakan berbarengan dengan Kongres Tahunan Commission Internationale Vol de Libre (Paralayang dan Layang Gantung) Federation Aeronotique de Internationale. Indonesia mempunyai catatan prestasi internasional mengagumkan pada kedua cabang ini. Editor: B Kunto Wibisono

COPYRIGHT © 2014

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com



Sumber : http://ift.tt/1pdZevK

Senin, 24 Februari 2014

Bus Massa Nasdem Mengalir ke Senayan, Jl Gatot Subroto Tersendat



Indah Mutiara Kami - detikNews





Jakarta - Jalan protokol yang mengarah ke Gelora Bung Karno (GBK) Senayan siang ini dipenuhi oleh bus-bus massa Partai Nasdem. Akibatnya lalu lintas tersendat.

Ketersendatan misalnya tampak di Jl Gatot Subroto yang hendak mengarah ke Jl Gerbang Pemuda lanjut ke Senayan, Minggu (23/2/2014). Bus-bus besar membawa massa beratribut biru Nasdem tampak antre memasuki Senayan. Mereka memenuhi dua badan jalan. Kendaraan lainnya terpaksa harus turut antre juga memanfaatkan badan jalan yang tersisa.

Massa mengalir ke Senayan sejak pagi. Saat ini di tribun GBK telah duduk massa Nasdem yang menyaksikan gladi bersih. Gladi bersih itu berupa aneka pertunjukan kesenian dan kirab. Mobil Ferrari bercat Nasdem juga sempat muncul.

Acara itu merupakan Apel Siaga Perubahan Partai NasDem untuk memanaskan mesin partai menghadapi Pemilu 2014. Sekjen Nasdem Patrice Rio Capella mengklaim 150 ribu kader dan simpatisan akan tumpah ruah di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan. Acara ini akan dimulai pukul 14.00 WIB.

Polisi telah mengimbau masyarakat untuk menghindari Senayan kecuali ada urusan penting mengingat acara massal di Senayan. Jika siang ini ada acara Nasdem, malam nanti ada konser Coboy Junior yang memiliki fans luar biasa. Simak Sejumlah Informasi Penting dan Menarik di Program "Reportase Sore" Pukul 16.30 WIB Hanya di TRANS TV

(nrl/nrl)

Punya informasi penting yang ingin Anda laporkan? Atau punya #FotoUnik? Kirim ke PASANGMATA.COM .

Javascript harus diaktifkan terlebih dahulu

Lapsus

Jokowi-Risma #Aku Rapopo

Jokowi-Risma #Aku Rapopo



Redaksi: redaksi[at]detik.com Informasi pemasangan iklan hubungi : sales[at]detik.com



Sumber : http://ift.tt/1fwjg0z

Minggu, 23 Februari 2014

Bus Massa Nasdem Mengalir ke Senayan, Jl Gatot Subroto Tersendat



Indah Mutiara Kami - detikNews





Jakarta - Jalan protokol yang mengarah ke Gelora Bung Karno (GBK) Senayan siang ini dipenuhi oleh bus-bus massa Partai Nasdem. Akibatnya lalu lintas tersendat.

Ketersendatan misalnya tampak di Jl Gatot Subroto yang hendak mengarah ke Jl Gerbang Pemuda lanjut ke Senayan, Minggu (23/2/2014). Bus-bus besar membawa massa beratribut biru Nasdem tampak antre memasuki Senayan. Mereka memenuhi dua badan jalan. Kendaraan lainnya terpaksa harus turut antre juga memanfaatkan badan jalan yang tersisa.

Massa mengalir ke Senayan sejak pagi. Saat ini di tribun GBK telah duduk massa Nasdem yang menyaksikan gladi bersih. Gladi bersih itu berupa aneka pertunjukan kesenian dan kirab. Mobil Ferrari bercat Nasdem juga sempat muncul.

Acara itu merupakan Apel Siaga Perubahan Partai NasDem untuk memanaskan mesin partai menghadapi Pemilu 2014. Sekjen Nasdem Patrice Rio Capella mengklaim 150 ribu kader dan simpatisan akan tumpah ruah di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan. Acara ini akan dimulai pukul 14.00 WIB.

Polisi telah mengimbau masyarakat untuk menghindari Senayan kecuali ada urusan penting mengingat acara massal di Senayan. Jika siang ini ada acara Nasdem, malam nanti ada konser Coboy Junior yang memiliki fans luar biasa. Hai penggemar roti waspadalah. Segelintir penjual roti menjajakan kembali roti hasil rekondisi dari roti basi. Ikuti penelusurannya di "Reportase Investigasi" Pukul 16.05 WIB Hanya di TRANS TV

(nrl/nrl)

Punya informasi penting yang ingin Anda laporkan? Atau punya #FotoUnik? Kirim ke PASANGMATA.COM .

Javascript harus diaktifkan terlebih dahulu

Lapsus







Redaksi: redaksi[at]detik.com Informasi pemasangan iklan hubungi : sales[at]detik.com



Sumber : http://ift.tt/1ffIUSB

Sabtu, 22 Februari 2014

Suzuki Hadirkan Ertiga Sporty





Suzuki Lahirkan Ertiga Sporty Laporan Reporter Tribun Jogja, Victor Mahrizal

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) menghadirkan anggota keluarga baru untuk MPV andalannya Ertiga, yakni Ertiga Sporty. Kehadiran varian baru ini sebagai jawaban atas keinginan konsumen berjiwa muda.

"Ertiga sporty kita kembangkan bukan dari mesinnya tapi secara penampilan dan kaki-kaki yang kita buat lebih sporty," kata 4W Marketing-Dealer Network Development Director, Davy Tuilan, Kamis (20/2/2014).

Kaki-kaki Ertiga Sporty, lanjutnya, dibuat lebih rendah dengan velg terbaru berukuran R16 dan ukuran ban 205/55. Tampilan sporty ini juga didukung dengan perubahan pada grille ornament, side skirt, rear bumper dan rear upper spoiler dan ecodome.

"Hebatnya, semua ubahan ini dilakukan oleh pemasok lokal atas permintaan dan standar kualitas Suzuki," beber Davy.

Sementara disektor dapur pacu, Sporty masih mengandalkan mesin yang sama dengan keluarga terdahulunya, 1.400cc DOHC, Variable Valve Timing (VVT), Multi Point Injection (MPI). Seluruh tenaganya dilimpahkan ke roda depan (front-wheel drive) via transmisi otomatis dan manual.

"Sporty membidik konsumen yang lebih muda. Dengan penambahan Ertiga Sporty, line up kita sudah lengkap," ujarnya.

Versi ini menggunakan dasar varian GL. Menempati kelas antara Ertiga GL dan GX, Ertiga Sporty dibanderol dengan harga Rp185.550.000 untuk transmisi manual dan Rp197.550.000 untuk transmisi otomatis. Harga ini sudah berstatus on the road Yogyakarta.

Assisten Marketing Manager Support Suzuki Sumberbaru Aneka Mobil, Erwin Dirgantara mengatakan meski sudah launching secara nasional, bagi peminat Ertiga Sporty di Kota Gudeg, baru akan tersedia pada bulan Maret nanti.

"Inden sudah kami buka. Dan Ertiga Sporty hanya disediakan dua pilihan warna, Pearl White Metalic dan Silky Silver Metallic," tukasnya.(Vim)



Sumber : http://ift.tt/1fs0siT

Rabu, 19 Februari 2014

Envi Plast, Kantong Ramah Lingkungan Buatan Indonesia











GLOBAL warming menjadi isu utama mengapa banyak orang membuat berbagai inovasi produk yang ramah lingkungan. Seperti yang dilakukan PT Inter Aneka Lestari Kimia dengan membuat kantong ramah lingkungan berbahan dasar tepung singkong bernama Envi Plast.Selain terbuat dari tepung singkong, kantong ini juga terbuat dari rempah dan minyak nabati yang dapat dikonsumsi oleh hewan, baik di darat maupun air seperti cacing, udang, dan cangcorang.Keunikan kantong ini, mudah larut dalam suhu air panas 80 derajat Celsius, saat terkena bahan panas seperti setrikaan akan mengeras kemudian rapuh sama seperti kertas dan ketika terbakar tidak meleleh, tetapi rapuh menjadi bubuk.Menariknya, Envi Plast tidak menyebut kantong ini sebagai plastik. Tetapi, lebih kepada kantong ramah lingkungan dan tidak merusak alam. "Ini memang terlihat seperti plastik tapi ini bukan plastik," tuturny Ir. Herman Moeliana.Ir. Herman Moeliana selaku Director PT. Inter Aneka Lestari Kimia berharap, kantong ini bisa tersebar di kalangan masyarakat luas. Agar mereka peduli dengan kondisi bumi yang kian hari kian buruk."Saya berharap pemerintah dan masyarakat mau menggunakan jenis kantong ramah lingkungan. Ini untuk kemaslahatan bumi," imbuhnya kepada media yang hadir di Woku Authentic Resto, eX Plaza, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2014).Harga kantong ini dua kali lipat dibandingkan plastik berbahan nafta dari minyak bumi. Harga tersebut sesuai dengan berapa cost yang dikeluarkan untuk membuat mesin dan bahan baku pembuatan kantongnya.Oleh sebab itu, kantong ini didistribusikan ke beberapa company produk untuk disebarluaskan ke konsumen. Menariknya, dengan harga tersebut, perusahaan tidak meraup untung. Ir. Herman Moeliana memprediksi perusahaannya tidak mendapatkan keuntungan sampai tiga tahun ke depan."Kami ini malah nombok. Menjualkan produk ini, saya belum akan meraup keuntungan selama tiga tahun ke depan. Oleh karena itu, kami membutuhkan media untuk mengampanyekan produk ramah lingkungan ini," jelasnya.Telah kita ketahui, DKI Jakarta menghasilkan 6.800 ton per hari sekira 15 persen merupakan sampah jenis plastik yang tidak bisa terurai selama puluhan, bahkan ratusan tahun lamanya.(tty)



Sumber : http://ift.tt/1oQu0dW

Selasa, 18 Februari 2014

Siapa Bawahan Jokowi yang Bermain di Bus Cacat?



Kamis, 13 Februari 2014 | 07:32 WIB



Sebuah bus gandeng TransJakarta baru asal China, Zhong Tong saat melintasi untuk hari pertamanya di kawasan Thamrin, Jakarta, (1/1). Tempo/Aditia Noviansyah

ANEKA MESIN , Jakarta - Sekretaris Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Dradjat Adhyaksha, sedang menyelidiki ada-tidaknya aparat yang "bermain" dalam pengadaan bus Transjakarta baru yang bermasalah. "Sekarang kami coba teliti itu bener-bener," kata Dradjat, Rabu, 12 Februari 2014.Dia mengaku sudah memperingatkan jajaran Dinas Perhubungan untuk memproses pengadaan bus sesuai prosedur. "Kalau dari awal ada yang kurang ajar, ada yang bermain di belakang, gua doain enggak selamat tujuh turunan."(baca: Jokowi di Balik Pengusutan Busway Bekas Cina )Sejumlah bus Transjakarta yang didatangkan dari Cina diketahui bermasalah. Sejumlah komponen cacat sehingga mengganggu pengoperasian bus ini. Permasalahan tersebut antara lain fanbel yang mudah putus, penyejuk udara sering mati atau bocor, mesin sering terlalu panas, dan beberapa komponen vital, seperti aki, turbo, dan radiator berkarat. (baca: Ahok Sudah Curiga Ada Kongkalikong Tender Busway)Dinas Perhubungan, kata Dradjat, menemukan kecacatan itu saat mengecek bus. Kini komponen yang rusak sedang dalam proses penggantian. "Catatan-catatan kekurangan itu kami punya di pengawas, tapi dalam ongoing progress untuk diperbaiki."(baca: Aneka Masalah Bus Transjakarta Baru Jokowi )Adapun sewaktu masih menjabat Kepala Dinas Perhubungan, Udar Pristono pernah mengatakan hal senada mengenai foto-foto kecacatan komponen bus yang beredar di media. Dia menyatakan foto yang didapat dari pengecekan bus itu sebenarnya akan dikirim kepada agen tunggal pemegang merek (ATPM) Ankai, PT San Abadi, yang mendapat proyek pengadaan bus Transjakarta, tapi telanjur beredar di media massa sebagai foto bus cacat. "Foto yang kalian punya itu memang seperti yang ada di Dishub, persis. Saya sudah serahkan kepada Pak Indra (Direktur PT San Abadi). Artinya sedang dalam proses perbaikan. Ternyata keluar di media," kata Pristono. (Baca: Kepala Dishub DKI Gagas Integrasi Trayek Angkutan) dan (baca: Bus Berkarat, Jokowi Copot Kepala Perhubungan)Digeser Jokowi Karena Sampah, Unu Malah BersyukurKepala Dishub DKI Gagas Integrasi Trayek AngkutanJokowi: Tak Ada Lagi Pos Basah, Pos Kering...Lulung Ternyata Dukung Jokowi Nyapres



Sumber : http://ift.tt/1geZgNC

Senin, 17 Februari 2014

Aneka Masalah Bus Transjakarta Baru Jokowi



Selasa, 11 Februari 2014 | 06:37 WIB



Sejumlah pelajar mengamati petugas pemadam yang berusaha memadamkan bus Transjakarta yang terbakar di jalan Pemuda, Jakarta (24/1). TEMPO/Eko Siswono Toyudho

, pada 16 Januari 2014, sebanyak 13 unit dari 30 bus tidak beroperasi. Pada tanggal 17 Januari bahkan lebih parah, sebanyak 21 unit bus dengan kode TJ 01-30 Pulo Gadung-Harmoni dan Kali Deres-Harmoni ini tidak beroperasi.Penyebabnya bervariasi, mulai dari mesin yang tidak mau menyala karena masalah listrik hingga kepala aki yang karatan. Kemudian ada kasus di mana bus sudah berjalan harus dipulangkan karena mesin tiba-tiba sangat panas.Hal serupa pada bus gandeng lainnya, kode tubuh TJ 31-60 yang melayani rute PGC-Ancol dan Harmoni-Lebak Bulus. Diresmikan pada 22 Januari oleh Jokowi, keesokan harinya tujuh unit bus harus dikandangkan karena masalah mesin.Lebih parah bus gandeng dengan kode TJ 61-90 yang melayani rute Pinang Ranti-Pluit. Baru diluncurkan pada 30 Januari, masih oleh Jokowi di Halte Ancol, sebanyak 18 dari 30 unit juga langsung masuk bengkel. ANEKA MESIN , Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta membeli bus Transjakarta gandeng dari Cina. Sejak pertama kali dibeli, rupanya bus tersebut sudah bermasalah. Bahkan, 30 unit bus Transjakarta yang diluncurkan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo di Silang Monas pada 15 Januari lalu langsung rusak keesokan harinya.Dalam laporan operasional yang diperoleh Tempo Kondisi semacam ini membuat Jokowi geram. Dia memerintahkan Inspektorat untuk menelisik pengadaan bus tersebut. (Baca: Jokowi Diminta Audit Busway 'Baru tapi Bekas'Importir bus ini membantah bus yang didatangkannya dalam keadaan rekondisi. Adapun kantor importir ketika didatangi tampak sepi.

Ahok Soal Busway: Enggak Kena Laut Kok Karatan?13 Penyakit Busway Baru tapi Bekas JokowiBus Transjakarta Baru Jokowi: Onderdil Rusak, Mesin BerkaratJokowi Diminta Audit Busway 'Baru tapi Bekas' Busway Baru Rusak, Ahok Naik Pitam



Sumber : http://ift.tt/1h5CJbj

Busway Pembelian 2010 Diduga Juga Bekas



Selasa, 11 Februari 2014 | 14:38 WIB



Sebuah Bus Transjakarta baru asal cina tiba di Pelabuhan Indonesia Kendaraan Terminal, Tanjung Priuk, Jakarta, (23/12). Indonesia datangkan 12 Bus Transjakarta baru asal China. Tempo/Dian Triyuli Handoko

ANEKA MESIN , Jakarta - Puluhan bus Transjakarta yang dibeli pada 2010 lalu diduga juga merupakan bus bekas, Selasa, 11 Februari 2014. Akibatnya, meski harga bus tergolong mahal, kualitasnya rendah dan mudah rusak. Berdasarkan hasil investigasi majalah Tempo edisi 30 September 2012 ditemukan fakta adanya kongkalikong dalam pembelian bus Transjakarta 2010. Puluhan bus yang digunakan untuk melayani Koridor 9 dan 10 diduga memiliki kualitas tabung di bawah standar. Akibatnya, salah satu bus meledak di stasiun pengisian gas Pinang Ranti, Jakarta Timur, pada 20 Oktober 2011. Pengadaan puluhan bus, termasuk bus yang meledak di Pinang Ranti, sarat masalah. Sebagian besar bus diduga kuat sudah jadi sebelum tender digelar. Padahal dokumen lelang mensyaratkan bus harus dirakit per tahap dari awal. (Baca juga: Aneka Masalah Bus Transjakarta Baru Jokowi). Kasus itu berawal ketika Dinas Perhubungan DKI Jakarta membuka lelang pengadaan bus pada akhir 2009. Pembelian bus ini diperuntukkan buat mengisi Koridor 9 dan 10, melayani rute Pluit-Pinang Ranti dan rute Tanjung Priok-Cililitan. PT Korindo menjadi pemenang tender. Korindo memasok 69 unit dengan nilai proyek Rp 106,7 miliar atau Rp 1,53 miliar per unit. Proses produksi disebar di sejumlah perusahaan karoseri. Di antaranya 13 unit dikerjakan di Laksana (Semarang), tujuh unit di Trisakti (Magelang), dan tujuh unit di Restu Ibu (Bogor). Sebanyak 42 unit dikerjakan di pusat karoseri milik Korindo di Balaraja, Tangerang. Persoalan muncul saat proses produksi dimulai pada Juli 2010. Sebagian besar bus di Balaraja ternyata tidak dirakit dari nol alias sudah jadi, demikian dikatakan sejumlah sumber kepada Tempo. Padahal salah satu klausul dokumen lelang menyebutkan perakitan bus mesti dikerjakan per modul, yang sekurang-kurangnya dari sasis dan mesin, bodi kendaraan, lalu aksesori. Pengerjaan tiap modul harus diawasi dan diverifikasi tim teknis dari Dinas Perhubungan. Tim teknis wajib meminta laporan berkala proses pengerjaan yang dilakukan Korindo. Begitu pula sebaliknya, Korindo wajib melaporkan setiap tahap perakitan dan memfasilitasi verifikasi seluruh proses pembuatan bus. Bila klausul ini dilanggar, Dinas Perhubungan berhak menghentikan pengadaan terhadap satu atau beberapa bus, termasuk menjatuhkan sanksi kepada Korindo. Namun langkah ini tidak pernah ditempuh Dinas Perhubungan. Sejumlah sumber mengatakan sekitar 80 persen dari 42 bus yang dipasok dari pusat karoseri Korindo di Balaraja sudah jadi. Bus yang ditawarkan Korindo ini merupakan stok kendaraan yang sudah terjemur di parkiran Korindo di Balaraja sejak 2008. "Bus ini sudah kami buat empat tahun lalu untuk tender Koridor 5 dan 7," kata sumber yang mengerti proses perakitan di Korindo. Sebagian bus itu adalah bus yang batal dibeli oleh Perum PPD pada 2008 karena kalah tender. Puluhan bus itu lantas diparkir begitu saja di lapangan. Bus yang dirakit Korindo pada 2008 itulah yang kemudian dipasok buat memenuhi sebagian besar kebutuhan armada di Koridor 9 dan 10 pada 2010. Artinya, meski statusnya baru, secara fisik bus itu telah ada dan dijemur di tempat parkir selama dua tahun. Kata sejumlah sumber kepada Tempo, bus yang benar-benar baru itu yang dikerjakan oleh karoseri Laksana, Trisakti, dan Restu Ibu. Sumber lain mengatakan, untuk mengakali itu, Korindo memodifikasi bus yang sudah jadi agar memiliki spesifikasi sesuai dengan dokumen lelang. Di antara yang dilakukan adalah mengubah model pintu dari sliding ke swing in. "Ukuran pintu dan tata letak kursi juga diubah," kata sumber di Korindo. Warna bus yang dulunya abu-abu dicat ulang menjadi merah dan kuning. Penyejuk udara dan ban juga diganti dengan yang baru.Dalam perjalanannya, bus-bus itu terbukti bermasalah. Bahkan tabung salah satu bus meledak di stasiun pengisian gas Pinang Ranti, Jakarta Timur, pada 20 Oktober 2011. Akibat ledakan itu, seluruh bagian tengah bus hancur. Sedangkan Sugiarto, pegawai pengisi gas, terluka parah.Kini tampaknya kasus bus baru tapi bekas itu kembali terulang. Dari 90 unit bus gandeng baru yang dibeli dari Cina, sebagian telah rusak. (Baca: Bus Transjakarta Baru, Jokowi: Onderdil Rusak, Mesin Berkarat).TIM INVESTIGASI TEMPO Dana Haji Diduga Dipakai Beli Mobil PejabatMengapa Bos Sritex Lukminto Masuk Islam?Pembuatan Akte Lahir, KTP, dan KK Kini GratisReaksi Anggito Saat Dilapori Korupsi Dana HajiKeluarga Masih Bungkam Soal Foto AsmirandahKasus Sisca Yofie, Ini Kesaksian Istri TerdakwaKantor Importir Bus Transjakarta tanpa Aktivitas



Sumber : http://ift.tt/1ekXp7e